TNI AU Harus Menjadi Angkatan Udara Disegani (I)

Kadet Soeharnoko Harbani, Kadet Soetardji Sigit dan Kadet Moelyono masing – masing ditemani seorang penembak yaitu Doelrahman, Soetardjo dan...

Kadet Soeharnoko Harbani, Kadet Soetardji Sigit dan Kadet Moelyono masing – masing ditemani seorang penembak yaitu Doelrahman, Soetardjo dan Kapoet, dua pesawat Cureng dan satu Guntei
Jakarta (Indonesia Mandiri) – “Jadilah perwira – perwira sejati dan pembela Tanah Air" (Marsekal Rd. Soerjadi Soerjadarma, Bapak AURI)

Mengapa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki angkatan udara? Apa peran pentingnya bagi negara? Bagaimana keunggulan-keunggulan immateriil yang dimiliki TNI AU? dan kekuatan yang menentukan (decisive power) seperti apa yang seharusnya dimiliki suatu angkatan udara? Pertanyaan semacam ini muncul disaat perjalanan TNI AU memasuki usia 77 tahun sekaligus mengkaji-ulang perannya sebagai bagian dari kritik dan otokritik, karena minimnya Air Campaign setelah Operasi Trikora dan Dwikora.

Historical Gain
Rd Soerjadi Soerjadarma, KSAU pertama saat dilantik sebagai perwira Bintang Empat pertama oleh Presiden Soekarno 17 Juli 1959
TNI AU didirikan pada 9 April 1946 melengkapi dua Matra yang terlebih dahulu berdiri. Sebagaimana mestinya angkatan perang dari suatu negara, maka setidaknya harus meliputi 3 matra yaitu Darat, Laut dan Udara. TNI AU saat berdiri bernama TRI AO (Tentara Repoeblik Indonesia Angkatan Oedara). TNI AU adalah Angkatan udara yang terbentuk dan dibentuk dalam kancah Revolusi Perang Kemerdekaan sehingga memiliki ke-khas-an, yaitu sarat akan nilai-nilai patriotik yang dilakukan oleh segenap anggotanya dalam palagan-palagan perjuangan.

Salah satunya adalah aksi heroik 29 Juli 1947 yang sejatinya merupakan perlambang Bakti Tertinggi TNI AU terhadap Bangsa dan Negara Republik Indonesia disaat Bangsa dan Negara sedang berjuang mempertahankan Kemerdekaan (menghadapi Agresi Militer Belanda ke-1. Saat itu TRI AO (Tentara Repoeblik Indonesia Angkatan Oedara) baru berumur kurang dari 15 bulan. Akan tetapi segenap Pimpinan dan Anggotanya tak mau menunggu lebih lama lagi untuk dapat segera memenuhi panggilan tugas.

Bermodal pesawat “rongsokan” peninggalan Jepang, Pimpinannya, Komodor Udara Rd. Soerjadi Soerjadarma beserta staf, merencanakan Air Strike pertama dalam sejarah TRI AO terhadap kolonial (militer) Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa. Yakni, dengan mensiasati keterbatasannya, maka dirancang serangan udara pada dini hari untuk menghindari kejaran P-40 Kitty Hawk Belanda (ini merupakan taktik gerilya di udara).

Rencana Air Strike tersebut dilaksanakan dengan gagah berani oleh para Penerbang TRI AO dengan dibantu Kru, meskipun menjelang senja harinya, Belanda yang kalap melakukan pembalasan dengan menembak jatuh pesawat Dakota VT-CLA yang dalam misi kemanusiaan dinyatakan dalam manifest penerbangan yakni mengangkut bantuan obat-obatan, berakibat gugurnya para Pahlawan. Jadi, aksi heroik tersebut sejatinya harus dipandang sebagai upaya patriotik dari segenap Prajurit TNI AU sampai sekarang, untuk mendarmabaktikan seluruh potensi yang dimiliki demi Kejayaan Bangsa dan Negara dan semangat tidak menyerah pada keadaan.

Untuk menghargai dan mengenang peristiwa tersebut, TNI AU menetapkan kedua peristiwa pagi dan sore tanggal 29 Juli 1947 sebagai Hari Bakti TNI AU. Mengapa? Karena ini adalah salah satu keuntungan/keunggulan sejarah (Historical Gain) yang dimiliki oleh TNI AU, sarat akan nilai-nilai patriotisme dan bersifat dapat diwariskan.

Kiprah para Penerbang TNI AU (setelah TRI-AO berubah menjadi AURI) semakin gemilang ketika TNI mendapatkan hibah persenjataan dari Belanda (KNIL) pasca pengakuan kemerdekaan seiring konferensi Meja Bundar (1949), yakni dari Koninklijke Militaire Luchtvaart (Angkatan Udara Belanda) kepada AURI. Diserahkan sejumlah pesawat udara militer dan pangkalan Angkatan Udara di beberapa tempat di Indonesia kepada AURI.

AURI mendapatkan “jatah” antara lain P-51 Mustang dan menghasilkan penerbang handal antara lain Ign. Dewanto dan Leo Wattimena, yang mencatat prestasi gemilang dalam palagan menghadapi pemberontakkan PRRI-Permesta. Dan salah satu epic moment nya adalah pada 18 Mei 1958, P-51 Mustang yang diterbangkan Kapten Udara Dewanto ditugaskan menyerang AUREV (Angkatan Udara milik Pemberontak Permesta) berhasil menembak jatuh B-26 Invaders yang diterbangkan oleh Pilot CIA Allen Lawrence Pope. Bisa dikatakan Dewanto adalah Ace satu – satunya yang dimiliki TNI AU. “Ace” adalah sebutan untuk Pilot yang menembak jatuh lawannya dalam pertempuran udara.

Berikutnya, TNI AU pernah mengalami masa kejayaan saat bernama AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) yaitu Air Campaign pada Operasi Trikora dan Dwikora di era 1960-an dengan jumlah dan jenis alutsista pesawat yang signifikan menonjol di kawasan regional dibanding dengan negara lain. Ketika itu, TNI AU menjadi angkatan udara paling canggih sehingga amat ditakuti/disegani di kawasan regional, karena memiliki Jet Tempur MiG-21 berkecepatan 2 kali kecepatan suara/Mach 2 (satu-satunya operator jet tempur berkemampuan Mach 2 di kawasan regional). Serta Pesawat Pembom strategis jarak jauh Tu-16 yang dipersenjatai Rudal udara ke permukaan (anti kapal) AS-1 Kennel (Raduga KS-1 Komet,) disamping MiG-15, MiG-17, MiG-19 dan II-28.

Airpower
TNI AU era 1960an disegani dikawasan karena memiliki banyak alutsista
Sudah sepantasnya kejayaan TNI AU di masa lalu tersebut, kini, direbut Kembali. Kekuatan udara (Airpower) dari sebuah angkatan udara didefinisikan sebagai kemampuan untuk dapat memproyeksikan kekuatan atau pengaruh militer angkatan udara melalui control/eksploitasi ruang udara, ruang angkasa dan dunia maya untuk mencapai tujuan strategis operasional atau taktis. Secara kuantitatif, Airpower diukur dari seberapa banyak Angkatan Udara dapat melakukan sortie penerbangan tempur terhadap sasaran obyek-obyek militer musuh.

Dalam perang konvensional modern terbuka antara dua atau lebih negara, sudah pasti melibatkan Matra Udara. Karena Air Power bergerak di udara maka memiliki unsur-unsur yang diperlukan untuk bisa memenangkan perang konvensional terbuka seperti unsur pendadakan, kecepatan, dampak dan unsur destruktif massif, yang dapat melemahkan kekuatan militer musuh sekaligus menggentarkan dan melemahkan moral pihak musuh.

Pada perang konvensional terbuka modern, tahapan awalnya sering melibatkan Angkatan Udara dengan Air Power nya untuk merebut keunggulan di udara (air superiority) atas ruang udara di ruang tempur (battle space), sekaligus menghancurkan semaksimal mungkin obyek militer lawan. Tujuannya melemahkan kekuatan militer lawan sebelum menggelar kekuatan darat (ground forces).

Pengalaman dalam Operasi Trikora (1962) adalah contoh keberhasilan Airpower melalui proyeksi atau pengaruh militer melalui Angkatan Udara sehingga menghasilkan deterrence effect (efek penggentar). Saat Pesawat pengintai Amerika Serikat (AS) U-2 mendapati adanya mobilisasi besar-besaran dari Air Power AURI ke wilayah timur Indonesia dan pengaktifan kembali pangkalan udara ex Jepang seperti di Pulau Morotai sehingga bisa didarati Pesawat MiG-15 dan MiG-17, langsung diteruskan ke pihak militer Belanda akan seriusnya ancaman AURI.

Gerakan ini membuat Belanda gentar dan memilih menghindari konflik militer lebih jauh dan setuju terhadap referendum. Meskipun demikian ada fragmen yang menyentuh mendalam dari episode Operasi Trikora ini adalah saat AURI disudutkan dianggap sebagai pihak paling bersalah (dibaca: dikambinghitamkan) atas peristiwa Pertempuran Laut Aru, dimana KSAU Marsekal Rd. Soerjadi Soerjadarma secara ksatria mengajukan pengunduran diri. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya atau sampai sekarang pun, setingkat Kepala Staf suatu Angkatan mengajukan pengunduran diri untuk suatu hal yang sebenarnya masih bisa diperdebatkan.

Mengaca pada pengalaman Perang Vietnam 1955 – 1975, banyak peristiwa berharga bisa dipetik dalam pertempuran udara yang berlangsung sangat seru, baik dilakukan pihak Amerika Serikat (AS) maupun Vietnam (meski secara militer sebenarnya tidak sebanding). Pihak AU AS dan AU Vietnam banyak menghasilkan Ace yang dilakukan oleh penerbangn kedua belah pihak

Bagaimana pesawat tempur generasi lama seperti MiG-17 (teknologi 50an Soviet) yang subsonic dapat melawan F-4 Phantom yang supersonic Mach 2, bahkan sampai bisa menembak jatuh. Kedua belah pihak melibatkan antara lain MiG-17, MiG-19 dan MiG-21 oleh AU Vietnam dan F-4 Phantom, F-8 Crusader dan F-105 Thunderchief oleh AU dan AL AS.

Lalu pada Perang Yom Kippur (1973), merupakan contoh keberhasilan penggunaan Airpower. Tapi bukan dari efek penggentarnya, melainkan dari efek destruktifnya. Pada tahap awal (Air War Phase) ini Angkatan Udara Mesir sampai melakukan 200 sortie penerbangan tempur untuk menggempur obyek – obyek militer Israel dan ini tentu sangat mengejutkan dan memukul Angkatan Bersenjata Israel. Meskipun keunggulan di udara tidak bisa sepenuhnya direbut AU mesir, tapi jelas Airpower AU Mesir dengan ratusan pesawat tempurnya jelas merupakan lawan berat AU Israel.

Ketika pecah Perang Falkland (1981), setelah berhasil “dinetralisir” nya dua kapal selam Argentina dan ditenggelamkannya Kapal Penjelajah General Belgrano, praktis Seapower Angkatan Laut Argentina sudah tidak bisa melakukan perlawanan berarti terhadap Naval Expeditionary Angkatan Laut Inggris. Argentina hanya mengandalkan Air Power nya saja yang berhasil melakukan misi pemboman dan penembakan kepada kapal – kapal perang dan supply AL Inggris. Keberhasilan Super Etendard AU Argentina menembakkan Rudal Exocet ke sasarannya Destroyer HMS Sheffield menunjukkan bagaimana taktik serangan satu pesawat bisa berhasil.

Yang masih aktual adalah Perang Teluk I & II (1990-1991). Saat Operation Desert Shield dimulai, 7 Agustus 1990 – 16 Januari 1991, Operation Desert Storm, 17 Januari 1991-28 February 28, Irak dikeroyok Angkatan Bersenjata dari 34 Negara (29 diantaranya mengirim pasukannya total 956,600).

Di sini kita bisa melihat jelas sekali bagaimana Angkatan Udara Koalisi merebut keunggulan di udara atas AU Irak yang tidak bisa bertahan lama. Bahkan sampai “mengungsikan” puluhan pesawatnya ke Iran (wilayah musuh) semata mata hanya agar tidak dihancurkan. Tercatat Initial Air War Phase berlangsung 38 hari, sedangkan Ground Force War Phase hanya 100 jam. Sangat terlihat bagaimana Air Strike menjadi penentu kemenangan (Abriyanto, wartawan).

Foto: Istimewa
Nama

Advertorial,13,Alutsista,261,Arsip,87,Artikel,2,ATHG,394,Bela Negara,343,Bencana Alam,1,Berita Duka,3,Bilateral,15,Bisnis,135,Budaya,4,Covid-19,22,Daerah,4,Ekonomi dan Bisnis,192,Ekonomi Politik,4,Ekraf,23,Energi,1,Footer,3,Gaya Hidup,70,Gotong Royong,2,Hankam,1,Hidup Sehat,133,Hipertensi,6,Internasional,498,IPTEK,19,Jendela Nusantara,243,Kata Bijak,7,Kegiatan Sosial,3,Kode Etik,1,Lingkungan,343,Literasi,2,Logika Berfikir,11,Maritim,5,Militer,62,Obat Alami,6,Olahraga,32,Opini,12,Pahlawan Kemerdekaan,2,Pariwisata,10,Pendapat,2,Pendidikan,10,Pesona Nusantara,440,Politik,1,Ragam,318,Sastra Budaya,7,SDA,8,SDM,425,Sehat,55,Sejarah,28,Seni Budaya,11,Sosial Budaya,2,Sosok,12,Tani Darat,123,Tani Laut,94,Teras Indonesia,531,TNI-POLRI,17,Transportasi,217,UMKM,3,Wacana,2,Wawancara,4,Wisata,11,
ltr
item
INDONESIA MANDIRI | Berita Indonesia Mandiri: TNI AU Harus Menjadi Angkatan Udara Disegani (I)
TNI AU Harus Menjadi Angkatan Udara Disegani (I)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeuzDSkW75--j7yntUxOzmX9pnIWiUj78ld8oXeUNhetLyANPz28CaJonrIea5LjVySdM-d0V601pNJNP54UIRrwBL3C4wuPZRloJNK-e3BfhWDa1r2vpdnVyWJX9OAK7Wsw0jqy_kLH-ovEufdiqUftexAy05u5aiSl8hKLpqCP0qCBsLhfznRJBP/w640-h426/Indonesia%20Mandiri%20-%20Kadet%20Soeharnoko%20Harbani,%20Kadet%20Soetardji%20Sigit%20dan%20Kadet%20Moelyono%20masing%20%E2%80%93%20masing%20ditemani%20seorang%20penembak%20yaitu%20Doelrahman,%20Soetardjo%20dan%20Kapoet,%20dua%20pesawat%20Cureng%20dan%20satu%20Guntei.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeuzDSkW75--j7yntUxOzmX9pnIWiUj78ld8oXeUNhetLyANPz28CaJonrIea5LjVySdM-d0V601pNJNP54UIRrwBL3C4wuPZRloJNK-e3BfhWDa1r2vpdnVyWJX9OAK7Wsw0jqy_kLH-ovEufdiqUftexAy05u5aiSl8hKLpqCP0qCBsLhfznRJBP/s72-w640-c-h426/Indonesia%20Mandiri%20-%20Kadet%20Soeharnoko%20Harbani,%20Kadet%20Soetardji%20Sigit%20dan%20Kadet%20Moelyono%20masing%20%E2%80%93%20masing%20ditemani%20seorang%20penembak%20yaitu%20Doelrahman,%20Soetardjo%20dan%20Kapoet,%20dua%20pesawat%20Cureng%20dan%20satu%20Guntei.jpg
INDONESIA MANDIRI | Berita Indonesia Mandiri
https://www.indonesiamandiri.web.id/2023/04/tni-au-harus-menjadi-angkatan-udara.html
https://www.indonesiamandiri.web.id/
https://www.indonesiamandiri.web.id/
https://www.indonesiamandiri.web.id/2023/04/tni-au-harus-menjadi-angkatan-udara.html
true
8310179826723655374
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy