Nusantaranomics Alternatif Ekonomi Lokal Dengan Kekuatan Mandiri
Nusantaranomics merupakan ekonomi lokal yang berpotensi besar |
Ini dipaparkan Prof. Didin S Damanhuri, Guru Besar Ekonomi Politik IPB, dalam webinar bertema Nusantaranomics untuk Keadilan di Jakarta (13/4).
Webinar diadakan Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA.
Didin menyatakan, Nusantaranomics adalah sebuah gagasan menemukan atau merumuskan kembali apa yang sudah berjalan, bukan sebuah teori besar baru seperti katakanlah temuan Adam Smith.
Latar belakangnya, Didin membimbing sekitar 18 disertasi yang judulnya local economy sekitar sepuluh tahun lalu. “Disertasi-disertasi ini mewakili berbagai daerah, seperti Jawa Barat, Sumatra Barat, Bengkulu, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain,” ujarnya.
Teori dasar Nusantaranomics adalah sosiologi ekonomi. Ini ekonomi politik yang merupakan studi trans-disiplin, ada ideologi, politik, dan lain-lain.
“Dari temuan-temuan mereka yang sudah diuji dalam ujian terbuka, ditemukan beberapa ciri dari ekonomi lokal, yang dianggap sebagai sebuah temuan, bahkan ada unsur novelty (kebaruan),” terang Didin.
Menurut Didin, salah satu ciri Nusantaranomics adalah memiliki resiliensi di antara para pelakunya. Misalnya, industri bordir di Tasikmalaya yang melibatkan ribuan pekerja.
Produknya ada di pasar Tanah Abang. Pembelinya dari Malaysia, Brunei, Singapura, dan diekspor juga. Itu didasarkan pada nilai-nilai lokal yang diyakini dan diamalkan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi mereka.
“Kenapa ekonomi lokal ini sangat otentik, karena insentif itu bukan cuma memaksimalkan profit, tetapi insentifnya melampaui ekonomi mainstream,” lanjut Didin.
Misalnya, mereka yang berprestasi, anak-anaknya diberi bea siswa. Mereka yang menunjukkan kesetiaan pada kerjanya diberangkatkan naik haji, tanpa memandang ini sebagai cost.
Prof Didin S. Damanhuri |
“Ada juga kegiatan ekonomi tambak di Delta Mahakam, Kalimantan Utara. Itu tradisi Bugis seberang lautan, yang mendasarkan pada nilai-nilai etnik dan agama,” ungkap Didin (ma).
Foto: abri/istimewa