Indonrsia Mandiri - Dalam relasi antarumat beragama memang ada perilaku yang tidak seimbang, kadang-kadang tidak adil, kadang terjebak dalam perilaku
Tantangan bagi masyarakat untuk senantiasa hidupkan toleransi beragama |
Taslim Syahlan adalah Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, membahasnya dalam Webinar di Jakarta (5/1). Webinar itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA.
Dalam diskusi Satupena yang dipandu Elza Peldi Taher dan Fitri Astuti Lestari itu, Taslim memberi contoh: Ucapan salam, misalnya, itu kadang-kadang menjadi problem. “Saya mendengar keluhan atau obrolan ibu-ibu di tingkat RT. Pak Taslim, saya tiap hari bertemu dan bergaul dengan ibu-ibu ini. Saya mengucapkan Assalamu Alaikum, tetapi kok banyak nggak dijawab ya?” tutur Taslim.
Taslim menyatakan, ia juga mendapat respon yang bermacam-macam, ketika ia menyampaikan salam secara komplit: assalamu alaikum, om swastiastu, rahayu, salam kebajikan, dan seterusnya. “Ini sebagai ungkapan bahwa saya harus care pada siapapun dalam perspektif bahwa semua umat beragama dan paham kepercayaan itu adalah saudara saya,” bahasnya.
Taslim mengakui, yang bobot konfliknya lebih berat sedikit adalah ucapan selamat hari raya atau hari besar agama-agama. “Saya muslim dan mengucapkan selamat Natal kepada saudara-saudara yang Kristen, lalu saya dituding sudah kafir. Masa sih? Saya pikir, tidak semudah itu orang berubah keyakinan ke agama lain,” ungkapnya.
Taslim Syahlan |
“Saya tidak boleh menghakimi bahwa apa yang dianut saudara-saudara saya di luar kepercayaan saya itu keliru,” lanjutnya. Selain itu, kata Taslim, ada problem lagi dalam ragam pilihan madzhab atau aliran di agama masing-masing. Jadi, di internal agama sendiri juga ada problem.
“Yang Islam, begitu. Yang Kristen, denominasinya juga banyak. Adanya perbedaan-perbedaan dalam tata cara ibadah yang tidak pokok dalam ajaran agama tertentu, itu juga menjadi pemicu,” sambung Taslim (ma).
Foto: Istimewa