Oleh: Swary Utami Dewi karya buku Prof. Komaruddin Hidayat di usianya ke 69 tahun Jakarta ( Indonesia Mandiri ) – "Dalam situasi apapun...
Oleh: Swary Utami Dewi
karya buku Prof. Komaruddin Hidayat di usianya ke 69 tahun |
Ungkapan di atas adalah salah satu kalimat bijak dari Prof. Komaruddin Hidayat. Setahun lalu aku mendengarnya saat menyimak suatu webinar digelar komunitas Caknurian Urban Sufism. Kini rangkaian kalimat itu kutulis lagi melengkapi ucapan ulang tahunku untuk Mas Komar.
Prof. Komaruddin Hidayat. Guru dan sahabat bagi banyak orang ini pada 18 Oktober 2022 lalu berulang tahun. Gelar tasyakuran khusus dipersiapkan para sahabat, yang setia menggawangi komunitas "Caknurian Urban Sufism with Komaruddin Hidayat". Acara via Zoom dan YouTube ini juga mengulas buku terbaru Mas Komar, Patch-Work Learner: Negosiasi dengan Takdir.
Sebagai informasi, ini sudah ke-3 kalinya secara berturut-turut Mas Komar menulis buku khusus untuk ulang tahunnya. Dan lagi-lagi buku ini kembali menjadi pemandu refleksi bagi siapa pun yang sudah membacanya.
Kali ini, ulang tahun sang Pembelajar Tambal Sulam ini dirayakan dan direfleksikan bersama beberapa sahabat, yakni Bang Fachry Ali, Prof. Amin Abdullah, Mbak Siti Ruhaini Dzuhayatin, Mbak Henny Supolo dan Mas Riefqi Muna.
Mari mulai dari makna usia yang dijejaki Mas Komar kini, 69 tahun. Bagi seorang Siti Ruhaini Dzuhayatin, usia 69 sangat bermakna karena menyimbolkan keseimbangan "yin and yang", jika ditilik dari filosofi Tionghoa. Mbak Aini juga menyitir Surah An-Nahl ayat 69 yang di antaranya bermakna kemanfaatan.
Aku mencari terjemahan ayat tersebut dan membacanya: 'Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan, lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia."
Mbak Aini benar. Layaknya lebah menghasilkan madu yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, sosok Komaruddin Hidayat adalah "lebah tersendiri" dengan kemanfaatan yang serupa. Dengan caranya, Mas Komar bisa memberi penjelasan "menyengat', mencerahkan terhadap satu isu yang dibicarakannya.
Tidak berapi-api, tapi dalam dan tajam. Menyengat ke nurani. Kalimat paling atas tentang hakikat manusia yang bak teratai, misalnya, jelas menunjukkan kemampuan Mas Komar menyampaikan sesuatu yang dalam dan reflektif, sekaligus mencerahkan dan menyejukkan. Menyengat.
Kesejukan dan refleksi inspiratif yang menjadi ciri khas Mas Komar jualah yang membuatnya sejak lama memiliki "fans tersendiri". Setengah bercanda, Ibu Omi Komaria (istri Almarhum Nurcholish Madjid) berkata, saat memberikan sambutan di ulang tahun Mas Komar. Kurang lebih tuturnya sebagai berikut, " Fans Mas Komar banyak. Jamaahnya banyak. Saat berbicara,.suara Mas Komar bisa menginspirasi banyak orang."
Dan pendapat Bu Omi ini benar adanya. Tidak terbantahkan. Namun, banyaknya jamaah serta popularitas Mas Komar tidak membuatnya jumawa. Aku sendiri beruntung mengenal beliau sejak era Paramadina di Pondok Indah awal 1990-an. Meski sempat tidak bersua, saat kembali menemukan komunitas Caknurian yang dikembangkan Mas Komar lagi, kehangatan dan persahabatan itu tetap ada.
Seorang Komaruddin Hidayat, yang sudah sangat mumpuni dan terkenal, masih sama baiknya. Tidak menggurui, lebih banyak mendengar dan selalu mampu menginspirasi. Meski sebenarnya bisa menjadi pendakwah yang sangat baik, Mas Komar jelas lebih nyaman dengan dunia intelektual. Terkait hal ini, Mas Komar menyitir ungkapan seorang sahabat lain, Fachry Ali. Bang Fachry menilai Mas Komar tepat menjadi pemikir dan intelektual, daripada pendakwah -- meski Mas Komar tentunya sangat piawai berdakwah.
Prof. Komaruddin Hidayat |
Misalnya saat, ia percaya bahwa pendidikan ibarat menanam pohon yang buahnya nanti adalah peradaban, bergiatlah sang rektor dua periode dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta ini, menanam embrio peradaban di mana-mana. Mulai dari selalu menyemangati dan menginspirasi para santri dan alumni Pesantren Pabelan, Magelang (tempat nyantri Mas Komar di masa muda dulu), mengembangkan komunitas Caknurian untuk tetap menjaga dan mendayagunakan pemikiran Almarhum Cak Nur, hingga mendirikan serta memimpin sekolah dan perguruan tinggi.
Apalagi yang harus kutulis tentang tokoh multitalenta ini? Dari kemampuannya bertarung hidup, yang diibaratkan oleh sahabatnya, Prof. Amin Abdullah sebagai "rawe-rawe rantas malang-malang putung", berganti-ganti jurusan saat kuliah untuk tahu banyak hal, hingga belajar bermain golf yang kemudian menjadi hobi reflektifnya. Mengamini apa yang dipaparkan Prof. Amin Abdullah, Mas Riefqi Muna, turut mengakui daya juang Mas Komar untuk tumbuh dan melangkah. "Keberanian melangkah dan kesediaan utnuk terus tumbuh. Inilah yang patut dipelajari dari Mas Komar," catat Riefqi Muna.
Maka, dalam rentang usia hingga 69 tahun ini, setiap perjalanan bagi seorang Komaruddin Hidayat, adalah ziarah budaya. Setiap kesempatan perjalanan sangat dimuliakan Mas Komar. Ini ditegaskan oleh seorang sahabat lain, Mbak Henny Supolo.
Ziarah ini pulalah yang nampaknya hingga kini dilakoni Mas Komar. Tidak hanya ziarah secara fisik dalam bentuk perjalanan ke berbagai tempat dan melakukan berbagai kegiatan inspiratif, tapi juga ziarah untuk selalu mencari serta menyebar kebahagiaan dan inspirasi di mana pun dengan cara rendah hati dan merangkul.
Berkah selalu bagimu, Mas Komar.Selamat ulang tahun.
Penulis adalah Wakil Sekjen Perkumpulan Penulis Satupena
Foto: Istimewa