Seluruh persoalan rakyat, ditambahkan LaNyalla, dapat dituntaskan jika kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli, untuk disempurnakan secara benar mela
Masyarakat tuntut kenaikan harga kebutuhan pokok |
Tuntutan pertama, meminta DPD RI mendukung gerakan rakyat yang menolak kenaikan BBM. Kedua, membentuk Panitia Khusus (Pansus) Reformasi Polri dan ketiga, menyampaikan kepada Presiden Jokowi untuk melakukan investigasi harta kekayaan pejabat dan mengumumkannya kepada publik.
Pada pertemuan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Habib Ali Alwi (Banten) Bustami Zainuddin (Lampung) dan Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin. Sedangkan aktivis lintas elemen yang hadir di antaranya Haris Rusly Moti (Petisi 28), Wenry AP (Forum Merah Putih), M Hatta Taliwang, Jhon Mempi, Doni (Matekkon), Yosef Nggarang (Gerakan Kedaulatan Rakyat), Rahman Toha (Inside), Chaerudin Affan (Puskamuda), Urai Zulhendri, Hartsa Mashirul (UN WCI Campaign), Zulkifli S Ekomei (Presidium MPBI), Gigih Guntoro (Indonesian Club) dan Ariandy A.
Aktivis Petisi 28, Haris Rusly Moti menyampaikan, "kami ini merupakan representasi rakyat di daerah. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM direspon oleh gelombang penolakan rakyat di seluruh daerah. Kami meminta agar DPD RI di bawah kepemimpinan LaNyalla untuk mendukung gerakan rakyat tersebut."
Dari UN WCI Campaign, Hartsa Mashirul menambahkan, aspirasi penolakan kenaikan harga BBM ini disampaikan karena memang rakyat mengalami kebuntuan dalam menyalurkan pendapatnya. "Maka, membludak-lah aksi unjuk rasa di berbagai daerah sebagai saluran aspirasi," ujar Hartsa.
Hartsa menilai pemerintah seperti memberikan subsidi kepada para koruptor lantaran tak bergerak cepat melakukan pembenahan internal dari praktik korupsi. "Tahun 2020, APBN kita yang dikorupsi itu lebih dari Rp56 triliun. Sedangkan subsidi rakyat untuk BBM hanya Rp11 triliun. Tentu ini kejahatan terhadap rakyat jika dibiarkan," beber Hartsa.
Pada kesempatan itu, Hartsa juga menyinggung soal kejahatan trans-nasional yang berkaitan dengan perjudian, perdagangan orang, pencucian uang, narkotika dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi kredibilitas Indonesia di mata dunia. "Ada satu kebuntuan mengurai dan menuntaskan kejahatan keuangan dan kemanusiaan yang sifatnya transnasional," ulas Hartsa.
Menanggapi hal tersebut, Senator Bustami Zainuddin siap meneruskan aspirasi yang disampaikan oleh para aktivis lintas elemen tersebut. Terkhusus soal Pansus Reformasi Polri, Bustami menilai akan dikaji terlebih dahulu soal relevansinya.
Sementara Ketua DPD RI menegaskan, yang seharusnya dihapus itu adalah korupsi, bukan subsidi. Karena subsidi adalah amanat Pancasila dan tertulis di pembukaan konstitusi sebagai bagian dari cita-cita dan tujuan nasional negara ini.
“Negara ini lahir untuk melindungi tumpah darah, mencerdaskan kehidupan dan memajukan kesejahteraan rakyatnya. Hal itu dilakukan dengan memastikan rakyatnya tidak semakin menderita dan miskin," terang LaNyalla.
Aktifis Lintas Elemen yang mendatangi DPD RI |
LaNyalla mengaku tetap konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat. Hal itu ditegaskannya ketika judicial review Presidential Threshold ditolak oleh pemerintah. "Saat itu saya sedang berada di Makkah. Saya berkomitmen, sekembalinya saya ke Indonesia, saya akan pimpin sendiri gerakan pegembalian kedaulatan rakyat kembali ke tangan rakyat," janji LaNyalla.
Seluruh persoalan rakyat, ditambahkan LaNyalla, dapat dituntaskan jika kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli, untuk disempurnakan secara benar melalui adendum. "Maka, saya telah membuat peta jalan kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Saya harap agar hal ini dapat diresonansikan ke seluruh lapisan masyarakat agar menjadi kesadaran bersama," harap LaNyalla (ma).
Foto: Istimewa/JPNN.com Jatim