Soal isu nikah beda agama, di dalam kitab suci Al-Quran sudah jelas, orang Islam tak boleh menikah dengan orang musyrik, tetapi boleh menikah dengan a
Masih hangat diperdebatkan para pemuka agama nikah beda agama |
Hal itu ditegaskan Prof. Dr. Zainun Kamal, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, dalam Webinar bertema Nikah Beda Agama di Jakarta (14/7), diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA.
Zainun dianggap kompeten soal isu tersebut. Webinar bertema nikah beda agama dilihat dari perspektif hukum dan agama itu, dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Anick HT. Menurut Zainun, di Indonesia itu mayoritas penduduknya adalah Muslim. Sehingga tak bisa tidak, pembahasan nikah beda agama harus berdasarkan tafsir atas Quran dan Sunnah Nabi.
Soal nikah beda agama, ada perbedaan antara yang disebut musyrik dan ahlul kitab. Tentang musyrik, juga ada macam-macam pendapat. “Tapi saya sepakat, musyrik adalah orang yang tak percaya pada satu pun kitab suci dan tak percaya pada satu pun nabi,” papar Zainun.
“Ada orang yang percaya pada Tuhan, tapi tak percaya pada Nabi. Contohnya adalah musyrik yang ada di kota Makkah, yang waktu itu menolak Nabi Muhammad. Kaum musyrik Makkah juga tidak punya kitab,” lanjutnya.
Tapi di surah Al-Maidah, membolehkan Muslim menikahi ahlul kitab. Menurut Zainun, ahlul kitab adalah orang yang percaya pada salah satu kitab suci dan salah satu nabi. Maka orang Yahudi, Nasrani, dan lain-lain selama percaya kitab suci dan nabi, tak bisa masuk definisi musyrik.
“Jika kita buka al-Quran, dari surah Al-Fatihah sampai An-Nas, tak ada satupun ayat dalam Quran yang menyebut ahlul kitab itu musyrik,” ucapnya. Musyrik dan ahlul kitab adalah dua hal yang jauh berbeda.
Dalam Quran, istilah kafir itu disebut sampai 525 kali. Istilah kafir banyak sekali artinya. Ada macam-macam jenis kafir: kafir musyrik, kafir munafik, kafir ahlul kitab, dan lain-lain. “Yang dilarang untuk dikawini oleh orang Islam adalah kafir musyrik. Tetapi kafir ahlul kitab tak dilarang,” ungkap Zainun (ma).
Foto: Istimewa