“Konstitusi sebenarnya memberi ruang untuk pemberhentian pimpinan nasional. Ada jalurnya. Sampaikan ke DPR dan MPR, nanti MPR ke MK, itu tahapannya. D
Suasana dialog kebangsaan di Solo |
LaNyalla menyinggung soal people power, dalam Dialog Nasional Peringatan 25 Tahun Mega-Bintang bertema Kedaulatan Rakyat versus Oligarki dan KKN, di Solo. Wacana people power muncul jika Mahkamah Konstitusi menolak penghapusan Presidential Threshold 20 persen atau tak mencabut Pasal 222 di dalam UU Pemilu, pemicu pintu masuk Oligarki Ekonomi menyandera kekuasaan.
Menurut LaNyalla, dirinya sebagai pejabat negara harus menjalankan Konstitusi, yaitu menjaga siklus Pemilu 5 tahunan. Karena itu dirinya akan mengamankan pemerintahan Jokowi sampai 2024. Jadi sat dilantik, tambah pemuda kelahiran Surabaya Mei 1959 ini, dirinya disumpah atas nama Tuhan untuk menjalankan amanat Konstitusi dan berpihak kepada kepentingan rakyat.
“Makanya saya selalu padukan, akal, pikir dan dzikir. Sehingga kita harus adil sejak dalam pikiran. Jernih dari hati dan berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah,” jelasnya. Jadi, DPD RI menggugat Pasal 222 di UU Pemilu yang menciderai Konstitusi ke MK. Tetapi kalau MK menolak, kemudian rakyat ingin people power, dirinya tidak berhak menghalangi.
Pembicara lainnya, Lieus Sungkharisma, mengatakan kedaulatan rakyat sudah kalah oleh oligarki. Ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan di negara ini yang membuat rakyat muak dengan kepemimpinan saat ini.
"Sekarang rakyat sudah berani untuk bersuara. Jangan anggap mereka diam karena takut. Rakyat diam karena sedang menunggu siapa yang muncul untuk memimpin people power," terangnya (ma).
Foto: Istimewa