Satu langkah untuk mengenang salah seorang dari Proklamator Kemerdekaan Indonesia adalah memotret jejak kehidupannya di masa lampau. Jadi, kita mencob
Wisatawan menikmati koleksi Rumah Kelahiran Bung Hatta |
Di rumah bergaya klasik yang berlokasi di Bukittinggi itu, kini wisatawan bisa mengenal lebih dekat kehidupan Bung Hatta sewaktu kecil hingga perjuangannya untuk mewujudkan kemerdekaan RI. Menengok rumah kelahiran Bung Hatta, bisa memacu generasi penerus mempelajari dan lebih memahami kepribadian serta ketokohan Bung Hatta sebagai pemimpin terkemuka di Republik ini.
Bung Hatta atau Mohammad Hatta, lahir dengan nama Muhammad Athar di Bukittinggi, 12 Agustus 1902, merupakan anak dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Muhammad Djamil, meninggal ketika Bung Hatta berusia delapan bulan.
Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan, di mana Bung Hatta adalah anak laki-laki satu-satunya. Ayah tirinya, Haji Ning sangat sayang kepadanya. Awalnya bahkan ia tak tahu ayahnya adalah ayah tiri sampai ketika usianya 5 tahun.
Ada sepeda yang dahulu dipakai Bung Hatta di masa muda |
“Jadi ayahnya itu punya istri 3, salah satunya adalah ibunya Bung Hatta. Pada saat Bung Hatta usia delapan bulan, ayahnya meninggal di usia 30 tahun. Jadi ia dibesarkan oleh ibu dan mamaknya atau yang berarti pamannya,” kata Susi.
Bung Hatta berada di rumah kelahirannya hanya 11 tahun. Pada 1913, pindah ke Padang meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), yang kini dikenal SMP 1 Padang. Bung Hatta juga menimba pendidikan di Prins Hendrik School (PHS) di Batavia, serta di Handels Hooge School- sekolah dagang di Rotterdam, Belanda dari 1921 hingga 1932.
Walaupun relatif singkat berada di rumah kelahirannya di Bukittinggi, tetapi suasana dari kehidupan di rumah ini memberikan kenangan mendalam serta berperan besar dalam pembentukan wataknya. Bung Hatta dikenal dengan sosok sederhana, disiplin, penuh dengan kasih sayang, tidak banyak bicara, dan senang sekali membaca buku.
Sifat-sifat itu dicontohnya dari sang Kakek, H. Marah atau Pak Gaek. Kesehariannya, melihat sosok Pak Gaek yang merupakan kontraktor pos partikelir bekerja dengan ketelitian, disiplin, organisasi yang baik, dan tepat waktu dalam menyiapkan segala kebutuhan pengiriman, sehingga memberikan kesan yang berbekas di benak Bung Hatta.
“Teman-temannya menilai beliau dengan sosok yang dingin, kaku, lebih suka membaca buku, daripada menghabiskan waktu untuk membicarakan hal yang tidak penting. Beliau ini benar-benar pekerja keras, dan disiplin sekali seperti kakeknya,” kisah Susi.
Sejak kecil, Bung Hatta juga dididik dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurrahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar. Hidup di lingkungan keluarga religius, membuat Bung Hatta pun tidak pernah meninggalkan ibadah.
“Jadi Bung Hatta ini, kalau sudah waktunya shalat, beliau langsung bergegas ke masjid. Dan kalau pulang ke rumah, saat isya ataupun subuh setelah dari masjid, ia tidak masuk ke rumah lewat pintu depan, melainkan pintu belakang, karena ia takut membangunkan orang rumah, begitu besar toleransi beliau dalam memikirkan orang lain,” ujarnya.
Rumah tempat kelahiran Bung Hatta, Sang Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia berada di Jalan Soekarno-Hatta Nomor 37, Bukittinggi, Sumatera Barat. Fisik asli rumah tersebut sudah runtuh di 1960-an. Tetapi atas gagasan Ketua Yayasan Pendidikan Bung Hatta, lalu dibangun ulang sebagai upaya mengenang dan memperoleh gambaran masa kecil sang proklamator di Kota Bukittinggi.
“Pada tahun 1994 dibanggunnya, dan selesai pada tahun 1995. Ini tidak mengubah bangunan. Jadi dahulu bangunan ini sudah hancur, hancurnya saat zaman Belanda, dan tanah ini sempat dibeli oleh penduduk asli sini, pemilik Toko Sabar. Sebenarnya bangunan ini sampai depan sana, karena ada pelebaran jalan, jadi hanya segini yang bisa dibangun,” jelas Susi.
Salah satu bukti pergeseran lokasi ini adalah letak sumur yang semula berada di belakang rumah, kini bergeser ke dalam kamar salah satu paman Bung Hatta, Idris. Di masa lalu, bagian depan bangunan langsung menghadap ke sawah milik kakek Bung Hatta. Tetapi seiring perkembangan Kota Bukittinggi, sawah tersebut kini menjadi Jalan Soekarno-Hatta.
Ruang utama di lantai bawah dan lantai atas digunakan untuk memajang berbagai dokumentasi tentang perjalanan hidup Bung Hatta. Wisatawan dapat melihat bagian silsilah keluarga Bung Hatta, baik dari pihak ibu maupun ayahnya, bagan tersebut terpampang di dinding sebelah kiri dari pintu masuk.
Di kamar yang terletak di belakang rumah ini, pengunjung dapat melihat koleksi berupa sepeda ontel tua, dan dokar tua yang dahulu pernah dipergunakan Bung Hatta semasa mudanya. Di belakang kamar tersebut merupakan kamar Bung Hatta saat masih bujang. “Semua barang-barang yang ada di sini juga replika, jadi meniru barang-barang yang ada di foto dahulu kala,” terang Susi.
Untuk mengembalikan suasana lalu, rumah ini juga dilengkapi dengan peralatan seperti tempat tidur (kui) kuningan dari Inggris, kero hitam (tempat tidur hitam), tempat tidur ukir yang digunakan oleh Bung Hatta serta perabotan lainnya seperti kursi, meja koleksi foto serta lukisan dari pihak keluarga. Berlatar sejarah inilah, pemerintah menetapkan Rumah Kelahiran Bung Hatta sebagai gedung warisan bersejarah yang perlu terus dijaga dan dilestarikan.
Salah satu barang kebutuhan rumah tangga Bung Hatta tersimpan rapi |
“Semenjak sudah tidak ada PPKM lagi, sekarang ramai lagi Museum Kelahiran Bung Hatta, meski puasa juga ramai, biasanya pagi dan sore wisatawan berkunjung ke sini,” cerita Susi. Keberadaan Rumah Kelahiran Bung Hatta memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk dapat meningkatkan pendapatan ekonominya, lantaran kini menjadi museum dengan daya tarik utama atau magnet tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke Bukittinggi.
Apalagi kini, seperti pernah disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, relaksasi kebijakan dari pemerintah, seperti penghapusan tes antigen untuk pelaku perjalanan domestik dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kunjungan wisatawan.
“Kami berupaya maksimal menghadirkan program serta kebijakan yang tepat manfaat, tepat sasaran, dan tepat waktu, dalam upaya memulihkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf),” harap Sandiaga (ma).