Persamaan antara perempuan dan laki-laki (keadilan gender) sudah menjadi prinsip, baik di dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, UUD 1945, b
Peran perempuan kian mengemuka dalam berbagai event sosial |
Ini diutarakan Edriana Noerdin, Direktur Riset dari Women Research Institute, dalam Webinar di Jakarta (21/4). Webinar diadakan Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA dan dipandu Swary Utami Dewi dan Anick HT.
Namun, pada umumnya masyarakat mengartikan konsep “persamaan” identik dengan “kesamaan,” dimana setiap orang mendapat hak yang sama. “Padahal kondisi biologis, sosial/gender, dan sosiopolitik/ekonomi setiap orang tidak sama, sehingga harus diperlakukan secara berbeda,” tegas Edriana.
Dengan kata lain, sebuah aturan atau kebijakan dapat berdampak berbeda pada setiap orang berdasar jenis kelamin/gender atau kelas sosial-ekonominya. “Hal ini karena adanya relasi-relasi kuasa yang berbeda, baik antara perempuan dan laki-laki (gender), buruh dan majikan, maupun negara dan warganegara,” papar Edriana.
Edriana Noerdin |
“Oleh karena itu, kategori perempuan dan laki-laki itu tidak stabil (bisa dipertukarkan). Hal ini mempunyai konsekuensi teoretis yang penting,” ungkap Edriana (lw).
Foto: Istimewa