Penerbitan ulang 100 judul buku yang membentuk dan mewarnai Indonesia, yang dilakukan oleh SATUPENA, merupakan bagian dari upaya mendukung gerakan lit
Manuel Kaisiepo |
Demikian dituturkan Manuel Kaisiepo, salah satu tim ahli yang menyeleksi 100 buku, pada acara webinar Obrolan Hati Pena #14 di Jakarta (21/11). Webinar yang diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA ini mendiskusikan 100 buku yang telah mewarnai sejarah bangsa Indonesia.
Dua anggota tim ahli yang menyeleksi, Manuel Kaisiepo (kategori non-fiksi) dan Nia Samsihono (fiksi). Manuel menjelaskan, ada sejumlah kriteria dalam memilih 100 buku opini. Misalnya, isinya dianggap masih relevan dengan konteks zaman sekarang. Atau, buku itu menyampaikan pemikiran atau gagasan besar pada zamannya. Bahkan, ada ide yang masih kontroversial sampai saat sekarang.
Nia Samsihono |
Manuel mengakui, masih banyak kontroversi, pro ataupun kontra, tentang pilihan 100 judul buku itu. Menurut cendekiawan asal Papua ini, itu hal yang wajar dan dinamika yang sehat. Tetapi ini harus dianggap sebagai langkah awal, bukan final. Ini akan berlanjut, ada 100 judul buku kedua, dan seterusnya. “Terus terang, saya pun masih belum puas dengan hasil pilihan ini,” aku Manuel.
Nia pun yang ikut seleksi buku fiksi cukup senang, dengan adanya upaya SATUPENA menerbitkan kembali karya sastra Indonesia. “Saya harapkan SATUPENA bisa membaginya ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Dan berikutnya, semoga ditambah yang diterbitkan lagi oleh SATUPENA, yakni 100 buku non-fiksi serta 100 buku fiksi,” saran Nia. Karena banyak buku-buku yang isinya bagus, tapi sudah sulit dicari di toko buku atau perpustakaan (ma).