“Kalau dilihat dari jumlah 600 ng/L, itu sifatnya non akut. Sehingga tidak akan menjadi mematikan dalam jumlah tersebut,” kata peneliti dari Fakultas
![]() |
Perlu meneliti lebih jauh tentang temuan kontaminasi di Teluk Jakarta |
Meski Prof. Etty juga menyampaikan kadar paracetamol yang ditemukan di Teluk Jakarta ini masih terhitung kecil, namun tetap harus diteliti lebih lanjut. Hal yang perlu diperhatikan bahwa lingkungan itu merupakan sistem yang saling terkait. Oleh karena itu, dia mengingatkan perlu ada penanganan lebih lanjut agar tidak menimbulkan gangguan.
“Sosialisasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan. Jika ingin lingkungan bersih, sehat dan nyaman, maka setiap individu harus peduli lingkungan,” tambahya. Dari hasil Penelitian Pusat Oseanografi LIPI - BRIN, konsentrasi paracetamol di Teluk Jakarta yaitu sebesar 420-610 ng/L. Artinya, terdapat kandungan 420-610 gram paracetamol dalam 1 juta meter kubik air laut.
Salah seorang peneliti, Prof. Zainal Arifin menjelaskan pernah melakukan riset paracetamol dan bahan pencemar sejak 2017 sampai 2020. Dari lima lokasi penelitian yaitu Angke, Ancol, Tanjung Priuk, Cilincing dan Pantai Eretan, paracetamol terdeteksi di dua lokasi yaitu Ancol dan Angke.
“Dari 4 parameter yaitu parameter fisik hasilnya aman bagi biota, dan parameter logam berat terlarut umumnya aman. Sedangkan nutriens seperti ammonia, nitrate, dan fosfat melebihi baku mutu. Sementara, parameter lainnya seperti pcb dan pestisida juga aman bagi biota laut,” terang Prof. Zainal.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PSLB3 KLHK) Vivien Ratnawati menyampaikan, paracetamol yang diriset sebagai bagian dari berbagai upaya di dunia untuk melakukan penelitian terhadap Contaminants of Emerging Concern (CEC). CEC adalah bahan kimia sintetis atau alami yang biasanya tidak dipantau di lingkungan, tetapi memiliki potensi memasuki lingkungan dan menyebabkan efek yang sudah diketahui atau diduga memiliki efek terhadap ekologis dan (atau) kesehatan manusia.
Kontaminan baru ini muncul karena belum cukup pengetahuan untuk memastikan efek samping dari bahan kimia, sehingga dapat dipahami risiko yang terkait dengan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
“Saat ini belum ada baku mutu air terkait dengan paracetamol dan hal ini termasuk emerging pollutan. Dari paparan para ahli juga jumlahnya relatif kecil, dan kecil kemungkinan untuk mengganggu kesehatan, ” bahas Vivien.
KLHK menghargai penelitian tersebut. Hal ini menunjukkan Indonesia sudah memiliki perhatian terhadap isu Contaminants of Emerging Concern dan memiliki kemampuan penelitian dengan menggunakan peralatan Advanced Analytical Techniques untuk mendeteksi bahan kimia dengan konsentrasi yang sangat kecil, seperti yang dimiliki oleh Laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi.
Berbicara mengenai tantangan penanganan pencemaran di Teluk Jakarta, Plt. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro menambahkan, Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai. Kalau dilihat dari segi daya dukung dan daya tampung memang sebagian besar dari Jakarta, yang juga dipengaruhi oleh daerah di sekitarnya.
![]() |
Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK Vivien Ratnawati |
Untuk menindaklanjuti pengelolaan bahan kimia farmasetika dan Contaminants of Emerging Concern, KLHK dan BRIN akan membentuk Working Group Pengelolaan Contaminants of Emerging Concern, bekerjasama dengan kementerian teknis terkait dan Perguruan Tinggi. KLHK juga bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat-obatan baik terutama obat yang tersedia bebas di pasaran (ma).
Foto: abri