Perdebatan tentang peran perempuan dalam Islam masih banyak dijumpai, termasuk di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam perjalana
Sering dijumpai seolah agama mempersempit peran perempuan di tengah masyarakat |
Lies Marcoes, penulis buku “Merebut Tafsir” dan Direktur Rumah Kitab, membahas hal tersebut dalam webinar Obrolan HATI PENA ke 8, di Jakarta (10/10), bertema “Merebut Tafsir: Gugatan atas Sesembahan Perempuan” diiinisiasi Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA.
Lies juga menyoroti pendekatan angka atau statistic, yang kerap tak bisa dijadikan tolok ukur dari peran perempuan. Hal ini karena pendekatan statistik hanya bicara tentang fenomena, bukan realitas yang dijalani perempuan.
Misalnya, tambah Lies, jika ada seorang perempuan atau ibu meninggal dunia, secara statistik atau angka dianggap sama saja dengan jika seorang ayah meninggal. Padahal dampaknya pada keluarga sangat berbeda. Ada satu keluarga atau satu komunitas yang menderita.
Lies mempertanyakan, mengapa yang dipentingkan hanyalah anak yatim, yang kehilangan atau ditinggal mati ayahnya. Padahal kehilangan seorang ibu, bagaimanapun, dirasakan sangat penting dan sangat berat. Mungkin jika bisa memilih, anak lebih memilih ditinggal mati ayahnya daripada ditinggal mati ibunya.
Lies Marcoes |
Lies aktif merintis gerakan kesetaraan gender dengan menjembatani perbedaan antara feminis muslim dan sekuler. Selain itu, ia juga mendorong kaum feminis untuk bekerja mewujudkan kesetaraan gender di bawah Islam. Jadi, bagi Lies, cita-cita Islam adalah kesetaraan, termasuk bagi perempuan. Perempuan dan Islam adalah dua elemen tak terpisahkan untuk diperjuangkan (dh).
Foto: Istimewa