Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dihuni 17.499 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas perairannya terdiri dari laut
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, karakteristik membangun Angkatan laut mesti disesuaikan |
Wajar jadinya, jika NKRI wajib ditopang dengan kekuatan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang kokoh dan selalu diupayakan untuk dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataannya (alutsista). Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang lebih menekankan pada penggunaan produk anak bangsa, termasuk pengadaan alutsista.
Namun, membangun Angkatan Laut yang kuat didukung dengan sarana prasarana yang dapat memenuhi kebutuhan substantive bagi pertahanan keamanan negara tidaklah murah. Diperlukan anggaran sangat besar, mulai pengadaan sistem peralatan berupa kapal-kapal perang, kapal patrol, kapal pendukung, pesawat udara, dan sebagainya. Selain dukungan personil, fasilitas pemeliharaan dan perbaikan juga memerlukan biaya tak sedikit.
Dalam upaya kemandirian pemenuhan kebutuhan alatsista, Pemerintah berupaya sekuat tenaga memberdayakan industri di dalam negeri, baik itu industri milik Negara (BUMN) maupun swasta nasional. Salah satu tulang punggung industri kebaharian nasional adalah PT. PAL Indonesia (disebut sebagai Industri Pertahanan/IP, dahulu Industri Strategis/IS).
Swasta nasional juga didorong untuk berpartisipasi, sehingga tumbuh perusahaan-perusahaan industri perkaplan seperti PT. PAL, PT. LUNDIN, dan sebagainya. Kebutuhan kapal perang TNI AL, utamanya adalah memiliki kemampuan jelajah di seluruh perairan teritorial nasional. Dan jika diperlukan, bisa menempuh jarak yang jauh dalam misi patrol, seperti misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB, maupun kontijensi tertentu seperti saat terjadi pembajakan di perairan dekat Somalia
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, karakteristik membangun Angkatan laut mesti disesuaikan |
TNI AL tidaklah seperti AL Amerika serikat yang jangkauan patrolinya hampir di seluruh dunia. Maka TNI AL tidaklah harus memiliki sarana kapal-kapal pendukung kapal selam untuk patrol jarak jauh atau lintas benua. Sebagai Negara kepulauan, TNI AL justru memiliki banyak pangkalan, dari kelas Pangkalan Utama hingga pangkalan kecil, termasuk Pos Angkatan Laut (Posal). Dengan adanya sistem pertahanan pulau-pulau besar dan wilayah laut serta pesisir, maka TNI AL tak memerlukan Kapal Induk yang harga dan biaya operasionalnya sangat tinggi.
Dalam pembelian kapal-kapal baru, TNI AL tidak bergantung kepada fasilitas yang sudah ada di PT. PAL, tetapi sedapat mungkin membeli dari pihak produsen asing, namun dapat bekerja sama dengan PT. PAL agar dapat terlaksana alih-teknologi (transfer of technology/ToT )dan menambah khasanah pegiat industri kebaharian dalam negeri. Dengan demikian, jangka waktu kontrak jual-beli (KJB) tidak memakan waktu lama (dapat dilihat dari pengadaan kapal perang kelas Sigma dan kapal selam kelas Nagapasa).
Kehadiran PT. PAL sudah memiliki pengalaman sangat lama. Contoh produk yang telah diluncurkan puluhan tahun lalu seperti kelas kapal patrol cepat (FPB-57/Fast Patrol Boat atau Fast Attack Craft – Lürssen class), FPB-28, FPB-38, serta produk lainnya termasuk; KCR-60, LPD-125, PKR-105, dan lainnya.
Di usianya ke-76 tahun, TNI AL terus melakukan peremajaan dan modernisasi alutsista, selain pemenuhan kebutuhan dalam hal penambahan, serta mengganti aset yang sudah tua. Program pembangunan kekuatan terus dilakukan sebagai bagian penyempurnaan yang diselaraskan dengan perkembangan lingkungan strategis.
Hal ini juga mempertimbangkan faktor geografis yang sangat fundamental dalam menentukan strategi pertahanan negara, seperti tertuang dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara (Pertahanan Negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai Negara kepulauan).
Dengan dasar tersebut dalam mempertahankan wilayah teritorial perairan nasional, dapat dilakukan pola operasional yang sistematis dan terukur, dan pengembangan kekuatan dapat direncanakan dengan prioritas yang baik sehubungan dengan ketersediaan anggaran.
Sebagai negara yang letaknya sangat strategis, diantara dua benua dan dua samudera (open sea), serta tatanan internasional yang juga berpengaruh kepada tugas dan tanggung-jawab (pengamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia/ALKI), maka tidak berlebihan apabila Indonesia harus memiliki Angkatan Laut yang kuat.
Kekuatan alutsista TNI AL juga menjadi diplomasi internasional |
Keberadaan perairan di Indonesia dengan kondisi sangat unik dimana dari kawasan Indonesia bagian Tengah dan Timur terdapat Laut dalam (deep sea). Sementara di bagian Barat relatif merupakan laut dangkal (shallow water). Maka kapal-kapal TNI AL juga harus disesuaikan dengan kondisi tersebut agar tepat ruang dan tepat guna, terutama bagi kekuatan pemukul (striking forces) sebagai inti kekuatan.
Jadi, sebagai negara maritim, keberadaan Angkatan Laut yang kuat juga akan menentukan posisi negara dalam tatanan pergaulan internasional. Kita semua mengharapkan agar TNI AL akan selalu berjaya di usianya yang terus bertambah, dan terima kasih atas segala pengabdian yang telah dijalankan…..
Oleh: Muhammad Ali Haroen & M. Abriyanto (penulis adalah wartawan)
Foto: istimewa