Camera Trap milik Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) berhasil menangkap Babirusa Maluku (Babyrousa babyrussa) di kawasan Suaka Alam Masbait
KLHK melalui BKSDA Maluku bisa buktikan adanya Babirusa |
Sejak survey itu, belum pernah ditemukan Babirusa secara langsung kecuali jejaknya. Sampai pada 1997, dengan ditemukannya tengkorak Babirusa dari seorang pemburu di sekitar Gunung Kapalat Mada, Pulau Buru, sehingga terkonfirmasi di pulau ini ada salah satu habitat Babirusa.
Dari masyarakat setempat menyampaikan, mereka pernah menjumpai Babirusa di hutan-hutan pada perbukitan dan pegunungan, serta mitos setempat Babirusa akan muncul untuk menunjukkan jalan keluar bagi orang yang tersesat di dalam hutan. Ini memperkuat informasi Pulau Buru sebagai habitat Babirusa secara tidak langsung.
Lalu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam/KSDA Maluku diantara 2011-2013 melakukan survey intensif di kawasan konservasi tetapi belum mendapatkan bukti perjumpaan secara langsung sehingga menjadikan keberadaan Babirusa di Pulau Buru dianggap sebagai mitos.
Pada November 2019, ditemukannya tengkorak dan tulang belulang Babirusa oleh Tim Balai KSDA Maluku yang sedang melakukan patroli rutin di kawasan Suaka Alam Masbait . Hal tersebut menjadikan BKSDA Maluku berupaya untuk mendapatkan bukti langsung keberadaan Babirusa di Pulau Buru, terutama pada areal ditemukannya tengkorak dan tulang belulang Babirusa.
Upaya tersebut mendapat dukungan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/Ditjen KSDAE-KLHK melalui Project EPASS (Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation) di 2020, dengan dihibahkannya peralatan survey berupa 20 buah kamera jebak dan sebuah GPS kepada Balai KSDA Maluku.
Pada 2021, upaya yang dilakukan BKSDA Maluku akhirnya membuahkan hasil, dimana dari 10 kamera jebak hanya satu yang tidak merekam keberadaan Babirusa. Camera Trap tersebut dipasang sejak April-Juni 2021 pada tujuh lokasi yang merupakan area lintasan satwa, yaitu pada areal berkubang/ bermain satwa, saltlicks (tempat menggaram) ataupun mencari pakan.
Kepala Balai KSDA Maluku, Danny H Pattipeilohy sangat gembira atas keberhasilan Tim Surveynya yang bekerja keras dan tidak putus asa mendapatkan bukti langsung keberadaan satwa ini dengan terekamnya foto Babirusa oleh kamera jebak. Danny juga menyampaikan terima kasih atas dukungan Ditjen KSDAE-KLHK, sehingga bisa membuktikan Babirusa di Pulau Buru belum punah.
“Selanjutnya akan direncanakan program kegiatan untuk konservasi Babirusa khususnya di Pulau Buru seperti peningkatan patroli pengamanan, penyadartahuan masyarakat serta survey pakan/habitat. Selain itu rencananya akan dilaksanakan juga survey monitoring dengan pasang kamera trap di habitat Babirusa lainnya, seperti di Pulau Mangole dan Pulau Taliabu di Maluku,” papar Denny.
Babirusa Maluku termasuk satwa dilindungi karena jumlahnya sangat terbatas |
Babirusa (Babyrousa spp.) merupakan satwa endemik Wallace. Region ini dihuni 3 jenis Babirusa yaitu Babirusa Sulawesi (Babyrousa celebensis) berada di Pulau Sulawesi, Babirusa Togean (Babyrousa togeanensis) di beberapa Kepulauan Togean serta Babirusa Maluku (Babyrousa babyrussa). Sebaran babirusa Maluku (Babyrousa babyrussa Linnaeus, 1978) teridentifikasi meliputi Kepulauan Sula yaitu P. Mangole dan P. Taliabu serta Pulau Buru (SRAK Babirusa 2013-2024, KLHK 2013).
Babyrousa termasuk Apendiks I CITES. Artinya, dilarang perdagangan spesimen Babirusa baik dalam bentuk hidup dan atau mati dan atau bagian-bagian serta produk turunannya. Satwa ini juga termasuk dalam daftar IUCN Red List, sebagai jenis terancam punah dengan kategori Vulnerable. Secara nasional, Babirusa termasuk dilindungi sesuai PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sebagaimana lampirannya diubah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.106/ 2018, menegaskan jenis babirusa dilindungi oleh peraturan perundangan (ma).