Jakarta (IndonesiaMandiri) – Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Azis Syamsuddin mendukung wacana meredefinisi Kelompok Kriminal Bersen
Aziz Syamsuddin, Wakil Ketua DPR-RI Bidang Politik, Hukum dan Pemerintahan |
Akibat terror KKB, menimbulkan korban yang bersifat massal. Belakangan ini, terror KKB kian mengganas dan meresahkan warga Papua. Sehingga, ancaman KKB tak bisa dianggap remeh. "Karena statusnya akan definitif dan payung hukumnya pun akan lebih kokoh dari pada status kelompok kriminal biasa," kata Aziz kepada wartawan, beberapa hari lalu.
Sepanjang 2020 telah terjadi 46 aksi kekerasan oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua, 9 orang diantaranya meninggal dunia, terdiri dari 5 warga sipil dan 4 aparat keamanan. Belakangan, aksi penembakan kembali marak dengan korban jiwa dari aparat keamanan.
Polri menyebut mereka sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Artinya, definisi masalah keamanan di Papua disebabkan oleh organisasi yang melanggar hukum pidana (kriminal) dengan memiliki dan menggunakan senjata secara ilegal. Pengertian ini hanya menempatkan OPM disamakan dengan preman pasar, begal motor, perampok bank, dan penjahat lain yang memakai senjata tajam dan senjata api dalam aksi terornya.
Menurut Aziz, penyelesaian OPM sebaiknya dilakukan komprehensif. Secara taktis-operasional, TNI dan Polri segera menghancurkan dan menetralisasi para penyerang. Mereka yang tertangkap dipidanakan dengan perbuatan makar. Pemerintah juga perlu mendefinisikan OPM sebagai organisasi teroris sesuai UU Nomor 5/2018 dan UU Nomor 15/2003 tentang Terorisme.
"Dalam kerangka ini, meredefinisi identitas kelompok kriminal bersenjata Papua menjadi kelompok teroris, akan secara otomatis mengunci kemungkinan lahirnya dukungan masyarakat internasional atas gerakan mereka. Pemerintah dan masyarakat dapat membedakan secara definitif antara tuntutan objektif yang murni berasal dari aspirasi masyarakat Papua, dengan gerakan kriminal yang berkedok aspirasi politik masyarakat," jelas Aziz.
Di samping itu, penetapannya sebagai korporasi teroris akan membantu ikhtiar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sesuai UU Nomor 8/2013 tentang Pendanaan Terorisme. PPATK dapat bekerja sama denganbadan intelijen finansial luar negeri untuk melacak aliran dana dan pencucian uang terkait terorisme, termasuk pencegahannya. Bagaimanapun, aliran dana adalah oksigen OPM dan sejenisnya, selain publikasi di media massa dan media sosial.
Sepanjang 2019, sudah puluhan prajurit TNI yang gugur di Papua, di bunuh oleh gerombolan bersenjata tersebut. Sedangkan, pada Desember 2018 OPM membantai 31 pekerja pembangunan jalan Trans Papua. OPM juga menembaki pesawat pengangkut personel Brimob dan warga sipil.
Beberapa pekerja Trans-Papua dan personel aparat keamanan juga diserang sepanjang tahun 2016-2017. Bahkan, tahun 2017, seribu orang lebih di Kampung Kimbely dan Banti, Mimika, pernah disandera, kemudian dibebaskan aparat TNI dan Polri. OPM juga membunuh tukang ojek, petugas kesehatan, bahkan memperkosa guru.
Selain itu, OPM kerap menganiaya membunuh warga asli Papua yang tidak mendukung aksinya serta mengintimidasi pejabat Pemda dan memaksa mendukung aksinya bahkan mewajibkan menyerahkan dana desa (ma).