Jakarta (IndonesiaMandiri) – “Kita harus dapat membangun ketangguhan, keuletan, dan kemampuan sehingga memiliki kekuatan nasional. Ini merupakan ajaka
Ketahanan lingkungan di masyarakat perlu terus diasah agar dapat memelihara lingkungan hidup berkualitas |
Bambang mengutarakan hal tersebut, saat diskusi Pojok iklim secara virtual bertajuk “Resiliensi, Ketahanan Nasional Bidang Lingkungan”, digagas KLHK (10/2). Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Sarwono Kusumaatmaja yang juga hadir menyampaikan, kini sedang ditelaah suatu masalah sangat kompleks, dimana pandemi terjadi bersamaan dengan berbagai bencana akibat dari perubahan iklim atau geografi.
Termasuk di Indonesia, dengan adanya potensi bencana alam , sehingga perlu meningkatkan ketahanan nasional. Salah satunya di bidang LHK dengan melakukan kajian, pemetaan standar resiliensi hingga meningkatkan kapasitas resiliensi nasional. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis sebuah bangsa yang tangguh, ulet, dan memiliki potensi mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mencari solusi berbagai ATHG yang mengancam integritas, identitas dan kelangsungan hidup bangsa.
Dikatakan Sarwono, ini semua saling terkait, mempengaruhi jalannya kehidupan setiap orang yang erat dengan kehidupan sehari-sehari. Oleh karenanya, dalam menghadapi masalah perlu adanya pembahasan lebih khusus mengenai resiliensi. Kaitannya dengan ketahanan nasional di bidang lingkungan hidup, dapat disebut dengan ketahanan ekologi dimana menjadi tulang punggung demi terwujudnya Ketahanan Nasional, khususnya ketahanan air, ketahanan pangan, ketahanan energi dan ketahanan sosial ekonomi.
Selanjutnya, Direktur Pengkajian Ideologi dan Politik, Kedeputian Pengkajian, Lembaga Ketahanan Nasional RI, Berlian Helmy menjelaskan rumus perhitungan ketahanan nasional secara umum untuk mengetahui seberapa besar ketahanan ekologi. Hal yang perlu dipahami adalah lingkungan strategis (lingstra) yang ada dapat mempengaruhi dan menentukan dari kapasitas ketahanan Indonesia dalam berbagai ATHG lingkungan.
“Instrumen kebijakan yang digunakan dalam memitigasi dampak dan risiko geopolitik guna memperkuat ketahanan ekologi adalah yang pertama kerjasama multilateral dengan seoptimal mungkin, kedua dengan penguatan diplomasi lingkungan, dan yang terakhir fokus pada pengembangan teknologi yang berbasis ramah lingkungan,” tambah Berlian.
Deputi Bidang Pencegahan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Lilik Kurniawan menjelaskan sebuah pembelajaran di BNPB dalam rangka upaya – upaya perbaikan lingkungan adalah dengan cara berpikir secara ecosystem-based yaitu mengelola daerah aliran sungai menjadi model yang paling baik dengan membedakan aksi di hulu, tengah dan hilir dan kuncinya adalah gerakan yang dilakukan oleh relawan yang ada pusat dan daerah.
“Terkait dengan resiliensi, BNPB selalu menyampaikan 4 (empat) hal dimana resiliensi ini adalah suatu kemampuan untuk menghadapi sebuah ancaman dan bencana yang akan terjadi, kemampuan untuk melawan atau menghindari dari ancaman tersebut, kemampuan untuk mengadaptasi bencana dan dampak yang ditimbulkan, dan kemampuan untuk pulih kembali secara cepat setelah terjadi bencana,” pungkas Lilik.
Disamping itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Prima Mayaningtias menjelaskan, sudah melakukan upaya pembentukan, pembinaan, dan pengembangan desa kampung bencana, kampung iklim, dan kampung berbudaya lingkungan di daerahnya. Upaya tersebut, pertama, berdasarkan peraturan Gubernur Jawa Barat 1/2020, mengenai peningkatan kapasitas budaya masyarakat tangguh bencana.
Kedua, dengan program cetak biru Jabar Resilience Culture Province (JRCP), sebagai salah satu upaya mitigasi bencana. Ketiga, program adaptasi perubahan iklim dan Keempat rekomendasi KLHS (kajian lingkungan hidup stratetgis) dalam perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Jadi, pembuatan KLHS mempertimbangkan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan, salah satunya untuk meningkatkan ketahanan nasional bidang lingkungan (ma).
Foto: abri