Jakarta (IndonesiaMandiri) – Sebagai salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), bambu memiliki perspektif nilai ekonomi, konservasi, dan budaya. Bambu
Bambu miliki potensi strategis, karena Indonesia termasuk penghasil ketiga terbesar di dunia |
“KLHK mempunyai program Perhutanan Sosial yang dapat dijadikan areal untuk mengembangkan penanaman bambu. Dari target 12.7 juta ha, 1.000 desa bambu ini bisa dilakukan sebagian di areal Perhutanan Sosial dengan pola bambu agroforestry,” kata Wakil Menteri LHK Alue Dohong pada forum diskusi Strategi Nasional Industri Bambu Rakyat: Inisiasi Desa Bambu Agroforestri di Indonesia, di Badung, Provinsi Bali (14/12).
Alue menyebut, keberhasilan program ini memerlukan keseriusan mulai dari sektor hulu, tengah, hingga hilir. Selain itu, koordinasi antar K/L yang berkaitan, dan antar pemda, serta pemangku kepentingan juga penting.
“Untuk bagian hulu akan lebih mudah, kita ajak masyarakat untuk bersama menanam. Yang menjadi tantangan adalah market atau pasar. Oleh karena itu, harus dibangun model bisnisnya antara petani dengan perusahaan sebagai offtaker sehingga terjalin kemitraan,” jelasnya.
Alue menyampaikan di KLHK ada sejumlah Eselon 1 yang bisa bekerja sama dari segi hulu, yaitu Ditjen PSKL, Ditjen PDASHL, Ditjen KSDAE, dan Badan Litbang dan Inovasi. Pada kesempatan tersebut, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang hadir secara virtual mengatakan, pihaknya setuju untuk melakukan pengembangan tanaman bambu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pengembangan model usaha. Selain itu, perlu pendampingan untuk cara mengelola bambu, misalnya kerjasama dengan kementerian RISTEK agar dikembangkan melibatkan teknologi.
“Jika permintaan pasar lebih banyak dan harganya bagus, serta secara ekonomi menguntungkan untuk masyarakat, mereka akan tergerak untuk industri bambu. Yang penting lagi, kalau melihat pengalaman dari bio diesel dengan pohon jarak, jangan sampai masyarakat kapok karena disuruh menanam komoditi tertentu, tetapi tidak ada offtakernya,” ungkap Teten.
Bambu merupakan komoditi strategis, dan Indonesia peringkat ke-3 penghasil bambu di dunia. Upaya yang tidak kalah penting kedepan yaitu bagaimana bambu dikelola dalam skala ekonomi untuk keperluan dalam negeri dan potensial untuk pengganti kayu dan untuk ekspor (ma).