Jakarta (IndonesiaMandiri) – “Omnibus Law merupakan terobosan pemerintah untuk mengatasi regulasi dan perizinan yang berbelit. Saat ini, perizinan ber
Menko Luhut tegaskan Omnibus Law juga membawa Indonesia peduli merawat kualitas lingkungan |
Jakarta (IndonesiaMandiri) – “Omnibus Law merupakan terobosan pemerintah untuk mengatasi regulasi dan perizinan yang berbelit. Saat ini, perizinan berusaha akan dilakukan dengan berbasis resiko. Dengan dibuatnya Omnibus Law, pemerintah bertujuan untuk menciptakan bisnis yang lebih baik di Indonesia, agar pendirian usaha menjadi semakin mudah, dan pada akhirnya akan membuka lapangan pekerjaan,” kata Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut B. Panjaitan.
Luhut mengutarakan hal tersebut forum bertajuk Tri Hita Karana Forum Partners Dialogue: Indonesia New Omnibus Law for Better Business Better World”, dihadiri wakil dari berbagai perusahaan anggota International Chamber of Commerce, digelar secara daring melalui zoom meeting (30/11), serta juga ada Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan/LHK Siti Nurbaya dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.
Sedangkan dari pihak asing hadir Lord Nicholas Stern, IG Patel Professor and Chair, Grantham Research Institute on Climate Change and Environment, London School of Economics/ NCE ; Jorge Moreira da Silva, Director, DCD OECD; Satu Kahkonen, Country Director Indonesia and Timor Leste, World Bank; John Denton, Secretary General, International Chamber of Commerce, dan Richard Jeo, Senior Vice President Asia, Conservation International.
Luhut menerangkan, latar belakang diciptakannya Omnibus Law ialah karena Indonesia merupakan negara yang paling kompleks untuk melakukan bisnis akibat banyaknya regulasi. Meskipun seiring waktu peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia sudah meningkat, namun angka prosedur bisnis masih menunjukkan nilai yang stagnan dan lebih rumit dibandingkan negara ASEAN lainnya.
“Saat ini, Omnibus Law sedang dalam tahap finalisasi dan harus sudah diimplementasikan pada bulan Februari tahun 2021. Diharapkan, melalui Omnibus Law, pemerintah dapat meningkatkan iklim investasi di Indonesia, menyederhanakan persyaratan investasi, melakukan reformasi pajak, serta mendorong perdagangan internasional,” papar Luhut.
Meskipun Omnibus Law sempat mendatangkan kontroversi dan penolakan dari masyarakat, Luhut berpendapat saat ini masyarakat sudah lebih tenang dan mau menerima setelah materinya dikomunikasikan dengan lebih luas dan bisa dilihat secara langsung. Dan, lewat Omnibus Law, Indonesia bertekad untuk mengurangi carbon melalui program carbon pricing.
“Pemerintah sangat peduli pada environment di Indonesia, dan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Saat ini, Indonesia memiliki 75-80% carbon credit dunia yang berasal dari hutan, bakau, lahan gambut, lamun, dan terumbu karang. Indonesia memegang peranan besar dalam hal ini dan ditargetkan pada tahun 2030 kita sudah bisa beradaptasi dan melakukan mitigasi terhadap climate change,” urai Luhut.
Kini, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas lingkungan di Indonesia, seperti melalui program renewable energy di Kalimantan dan Papua, daur ulang dan industri lithium battery, serta penggunaan geothermal dan hydropower, yang diharap dapat menghasilkan green product di Indonesia (dh).