Jakarta (IndonesiaMandiri) – Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Maritim dan Investasi/Marves Safri Burhanuddin menyebut, setidaknya ada tiga lokasi alternatif pembangunan Lumbung Ikan Nasional di Maluku, yakni perbatasan Desa Tulehu dan Desa Waai, perbatasan Desa Waai dan Desa Liang, serta lokasi ke arah Desa Liang. “Jadi kami telah melaksanakan rapat koordinasi (rakor) mengenai pengelolaan perikanan tangkap. Nah, dalam rakor ini dibahas mengenai tiga lokasi alternatif pembangunan Lumbung Ikan Nasional di Maluku,” ujar Safri (17/09).
Pemerintah melalui Kemenko Marves pacu pengembangan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional |
“Jadi kami telah melaksanakan rapat koordinasi (rakor) mengenai pengelolaan perikanan tangkap. Nah, dalam rakor ini dibahas mengenai tiga lokasi alternatif pembangunan Lumbung Ikan Nasional di Maluku,” ujar Safri (17/09).
Safri memaparkan, di lokasi pertama, berada pada perbatasan Desa Tulehu dan Desa Waai (berjarak 30 km dari kota Ambon dengan luas 400 Ha dan sudah ada feasibility study-nya dari Port Rotterdarm Belanda). Untuk lokasi kedua, antara Desa Waai dan Desa Liang (dengan luas 574 Ha, terdapat pembangunan pembangkit listrik uap namun sedang mangkrak serta belum ada feasibility study-nya dan lagi diajukan Kementerian Kelautan dan Perikanan/KKP sebesar 1,5 T untuk menyelesaikan feasibility study). Sementara lokasi ketiga, mengarah ke Desa Liang dari lokasi kedua (tidak memerlukan reklamasi yang terlalu luas, tetapi belum ada feasibility study-nya).
“Kendala-kendala ini sedang kita kerjakan dan saya berharap secepatnya semua bisa terpetakan dan terselesaikan satu persatu demi mendorong pengembangan perikanan tangkap di Indonesia. Mari kita bersatu untuk menyelesaikan permasalahan perikanan di Indonesia,” jelasnya.
Sementara Asisten Deputi Pengelolaan Perikanan Tangkap Kemenko Marves Ikram Sangadji menambahkan, perlu menjaring semua permasalahan terkait perikanan tangkap dari kementerian teknis di bawah koordinasi Kemenko Marves, khususnya dengan mengacu pengelolaan perikanan berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan implementasi Lumbung Ikan Nasional. Di samping itu, juga perlu membahas terkait permasalahan perizinan kapal perikanan dan alat penangkap ikan termasuk juga permasalahan regulasinya.
“Kita perlu koordinasi dan membentuk tim untuk mempercepat permasalahan-permasalahan perikanan tangkap ini. Selain itu perlu juga regulasi perizinan kapal perikanan satu pintu di KKP saja, perlu kajian ulang terkait data stok, produksi, dan kapal perikanan, serta perlu adanya reviu RPP di tiap WPP Pilotting,” sambung Ikram.
Disinilah harus ada koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, paguyuban, dan pihak terkait lainnya. Produksi perikanan tangkap dominan dari budidaya. Namun, kontribusi perikanan tangkap masih belum optimal terhadap PDB nasional dan dirasa masih sangat rendah. Untuk itu, pendekatan pengelolaan perikanan berbasis WPP merupakan rujukan dalam pengelolaan perikanan, tidak saja terkait perikanan tangkap, tetapi meliputi subsektor lainnya seperti perikanan budidaya, peningkatan daya saing, pengelolaan ruang laut, industri, dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (ma).