Jakarta (IndonesiaMandiri) – Di 2020 merupakan “Super Year" bagi keanekaragaman hayati, karena pada tahun ini berakhir Dekade Keanekaragaman Hayati 2011-2020 atau disebut Aichi Biodiversity Targets. Target baru Biodiversity Pasca 2020 (Post 2020 Global Biodiversity Framework/GBF) sedang dinegosiasikan secara global guna mendukung Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan mewujudkan Visi 2050 “Living Harmony with Nature”. Hal tersebut dikemukakan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE-KLHK), Wiratno, dalam Laporan Nasional atau National Report ke-6 (Natrep-6) yang di sampaikan ke Sekretariat CBD (Convention on Biological Diversity) pada 2019.
Langkah nyata Indonesia mendukung agenda konservasi global sangat besar dengan tetap bersandar pada kepentingan nasional |
Hal tersebut dikemukakan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE-KLHK), Wiratno, dalam Laporan Nasional atau National Report ke-6 (Natrep-6) yang di sampaikan ke Sekretariat CBD (Convention on Biological Diversity) pada 2019.
Sekretariat CBD mencatat dan menyambut secara positif laporan Indonesia, yang dimuat dalam Global Biodiversity Outlook ke 5 (GBO-5). GBO ke 5 tersebut, telah disebarluaskan dalam Sidang Special Subsidiary Body on Scientific, Technical, and Technological Advice (SBSTA) dan Subsidiary Body on Implementation (SBI), yang dilaksanakan secara virtual pada 15-18 September 2020.
Wiratno kemudian menerangkan, beberapa capaian positif kemajuan Aichi Targets Indonesia yang disebut GBO-5 antara lain, menjadi contoh peningkatan biodiversity awareness bersama sembilan negara; laju deforestasi Indonesia terus menurun hingga mencapai angka terendah yaitu 0,40 juta Hektare/tahun; menurunkan tekanan pada sumber daya ikan dengan melakukan Combatting Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing; meningkatkan upaya pengembangan genetik melalui partisipasi dalam pelatihan teknik konservasi benih tanaman; dan jadi contoh ‘bold action’ dalam memerangi illegal fishing dan foreign vessel.
"Untuk pencapaian target 12 terkait penurunan resiko kepunahan, Indonesia telah menetapkan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi mencakup 137 jenis mamalia, 557 jenis burung, 1 jenis amfibi, 37 jenis reptilia, 20 jenis ikan, 26 jenis serangga, 1 krustasea, 5 jenis moluska, 3 xiphosura dan 117 jenis tumbuhan," tanmbah Wiratno.
Dalam upaya mempertahankan populasi spesies yang terancam punah pada wilayah terestrial, tambah Wiratno, telah diterbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor: SK.180/IV-KKH/2015 tentang Penetapan Dua Puluh Lima Satwa Terancam Punah Prioritas untuk ditingkatkan populasinya sebesar 10% pada lokasi pemantauan untuk 2015-2019.
"Peningkatan populasi diukur berdasarkan pantauan populasi pada tapak monitoring yang berada di dalam kawasan konservasi. Pada periode 2015 – 2018, terdapat peningkatan populasi dari beberapa satwa, misalnya gajah sumatra dari 611 menjadi 693 individu, harimau sumatra dari 180 jadi 220 individu, dan elang jawa dari 91 jadi 113 individu. Sedangkan untuk badak jawa di TN Ujung Kulon dari 63 individu (2015), menjadi 74 individu (2019), bertambah menjadi 76 ekor (2020)”, papar Wiratno.
Menurut Wiratno, Indonesia telah bekerja keras dan mengambil peran besar dalam penyelamatan keanekaragaman hayati global. Namun demikian, dengan keragaman hayati di tingkat genetik, spesies, dan ekosistem yang tinggi pada kawasan konservasi daratan dan perairan sangat luas (27,14 juta hektar), dikelilingi 6.474 desa dengan 16,3 juta penduduknya, masih tetap diperlukan dukungan kerjasama dan pendampingan para pihak, termasuk partisipasi aktif dari masyarakat desa-desa penyangga Kawasan konservasi tersebut.
Posisi dan komitmen pemerintah Indonesia untuk mendukung agenda konservasi di tingkat global telah nyata, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, terutama terkait dengan perlindungan dan pemanfaatan lestari dari kekayaan keanekaragaman hayati sebagai aset bangsa (ma).
Foto: Dok. Kemenparekraf