Jakarta (IndonesiaMandiri) – “SVLK (sistem verifikasi legalitas kayu) bukti perbaikan signifikan tata kelola kehutanan di Indonesia,” ucap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan/LHK, Siti Nurbaya, ketika menjadi panelis pada Sesi High Level Panel (HLP), dalam acara pembuka Chatham House Virtual Event: Global Forum on Forest Governance (13/7) melalui aplikasi zoom webinar. Diskusi Panel diselenggarakan The Royal Institute of International Affairs (Chatham House), sebuah Lembaga think tank bereputasi internasional bermarkas di London, mengundang Menteri LHK untuk berbagi pengalaman meningkatkan tata kelola kehutanan Indonesia melalui reformasi pengelolaan hutan dan lahan serta kemitraan global untuk mencapai perdagangan hasil hutan yang berkelanjutan dan mendukung agenda iklim dan keanekaragaman hayati dunia. Siti memaparkan, sebagai negara diberkahi dengan sumber daya hutan yang luas dan keanekaragaman hayati berlimpah, Indonesia terus melakukan pembenahan tata kelola baik dari sisi pemanfaatan hasil hutan dan konservasi ekosistem, maupun sisi perlindungan hutan dari aktivitas ilegal seperti pembalakan liar dan perdagangan tanpa izin. Nah, SVLK merupakan salah satu instrumen penting dalam mendukung upaya peningkatan tata kelola hutan lestari tersebut. “Pelajaran yang dapat diambil oleh negara-negara di dunia dari pengembangan SVLK adalah pentingnya komitmen jangka panjang para pihak dari lintas sektor terkait dalam mendukung SVLK dan terus menerus diperbaiki sesuai dengan dinamika sektoral. Implementasi SVLK mampu mendukung upaya pemberantasan pembalakan liar dan perdagangan ilegal, membantu mengembalikan kepercayaan pasar atas produk kayu Indonesia yang berasal dari sumber-sumber yang legal dan berkelanjutan. Dan diterimanya SVLK di pasar internasional tidak terlepas dari pelibatan para pihak terkait dalam pengembangan dan implementasi sistem, keberadaan pihak ketiga berupa Lembaga independen yang terakreditasi dalam pelaksanaan verifikasi dan sertifikasi, serta pelaksanaan pemantauan oleh suatu konsorsium pemantau independen," urai Siti. Sementara itu, Lord Zac Goldsmith, Minister of State for the Pacific, International Environment, Climate and Forests, and Animal Welfare, UK menyebut, Inggris sebagai tuan rumah COP 26 UNFCCC mengajak negara-negara untuk meningkatkan ambisi mengatasi perubahan iklim global. Inggris juga mengingatkan, kehilangan keanekaragaman hayati merupakan isu yang juga harus ditangani bersama. Jadi, nature-based solutions merupakan salah satu upaya yang harus dikolaborasikan untuk menangani masalah iklim dan keaneakaragaman hayati, sekaligus tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkelajutan secara kolektif. Sementara Pierre Taty, mewakili Ministry of Forest Economy and the Environment, menjelaskan Republik Kongo memiliki visi 2060 untuk mempertahankan kelestarian hutan dengan menyeimbangkan antara kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial. Kongo mengajak kemitraan global mendukung reformasi kehutanan dinegaranya, baik dalam bentuk dukungan teknis maupun finansial yang pada gilirannya akan dapat mengurangi emisi dari hutan dan mampu meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat melalui berbagai program seperti agro-ekologi dan agroforestry.
Indonesia mendapat banyak perhatian dunia tentang tata kelola hutan dan lingkungan |