Jakarta (IndonesiaMandiri) – Peran Strategis Paludikultur di lahan gambut disebut menjadi sebuah pilihan menjanjikan untuk perbaikan dan restorasi, disamping juga berkorelasi positif pada reduksi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), menguatkan ketahanan pangan nasional, mitigasi iklim, dan menumbuhkan perekonomian masyarakat sekitar. Hal ini terungkap pada Webinar Paludikultur di Tengah Pandemi Covid-19 dan Menjelang Musim Kemarau 2020, dihadiri Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan/LHK, Alue Dohong sebagai pembicara (25/6). Paludikultur sebagai sebuah konsep budidaya tanaman di lahan gambut tergenang, memiliki implikasi positif pada keberlanjutan lahan gambut. Salah satunya pada pengendalian karhutla, karena membasahi lahan gambut (rewetting), merupakan syarat utama mengurangi potensi karhutla di areal gambut. Gambut yang tidak terbakar juga akan mengurangi pelepasan gas rumah kaca, sehingga menjadi salah satu pendorong upaya mitigasi perubahan iklim. "Dengan Paludikultur dapat mereduksi karhutla. Karena Paludikultur mensyaratkan kondisi lahan yang tetap basah dan lembab, maka lahan gambut yang basah ini akan mencegah gambut mudah terbakar akibat kekeringan pada musim kemarau," ucap Alue. Namun, Alue menekankan, yang utama dari Paludikultur untuk menyelamatkan ekosistem gambut dengan mendorong memberi tanaman endemik kawasan gambut, baik tanaman keras/pepohonan maupun semusim/budidaya. Tanaman yang dibudidayakan dalam Paludikultur mesti mampu mendorong terbentuknya gambut baru melalui akumulasi sisa biomassa dari budidaya dengan konsep Paludikultur, yang akhirnya akan memperbaiki ekosistem gambut terdegradasi. "Yang paling penting itu harus berkontribusi pada pembentukan gambut. Kalau tidak, kita belum bisa sebut sebagai Paludikultur," imbuhnya.
Wamen LHK Alue Dohong |