Indonesia dengan keragaman suku, agama, ras dan budaya, miliki potensi besar untuk mendata kekayaan intelektual dari kearifan lokalnya ...
|
Staf Ahli Menteri (SAM) Bidang Sosio-Antropologi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi/Marves, Tukul Rameyo Adi pun menyatakan (26/5), untuk membangun ekosistem inovasi parekraf dapat dilakukan melalui penerapan model N-Helix. Dalam hal ini, Kemenko Marves melalui Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat mulai mendorong koordinasi kolaborasi dan kemitraan multi pihak untuk percepatan dan penyederhanaan tata kelola Kekayaan Intelektual (KI) dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
Menurutnya, Hak atas kekayaan intelektual (HKI) memiliki peran sangat vital dalam mendukung peningkatan nilai tambah ekonomi kreatif. HKI dalam hal ini mencakup kekayaan intelektual baik bersifat individu (personal) maupun komunal (KIK). Dan, KIK berkaitan erat dengan budaya lokal, dalam bentuk pengetahuan tradisi dan kearifan lokal (local wisdoms).
“Inisiatif Pembangunan pusat data KIK (Kekayaan Intelektual Komunal) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM merupakan sebuah model sistem pengelolaan pengetahuan tradisional, perlu disinergikan dengan inisiatif serupa yang juga dilakukan oleh beberapa universitas dan Lembaga penelitian dan K/L (UI, ITB, KKP, Kominfo, Kemendikbud, dan LSM) melalui program KMS (Knowledge Management System) yang mencakup juga pengetahuan tradisi untuk meningkatkan daya saing dan mempertajam inovasi,” ujar Rameyo.
Sebuah kajian pernah dilakukan INDEF UI pada 2017 tentang strategi pembangunan nasional menyimpulkan, peluang pertumbuhan pembangunan nasional akan sangat besar bila ditopang menggunakan strategi endogenous growth, yaitu pembangunan berbasis pada inovasi kreatif, di mana didasarkan pada potensi lokal, yakni keragaman budaya dan keanekaragaman sumberdaya. Dan, strategi endogenous growth ini akan sangat bergantung pada inovasi yang dapat diukur dari indikator jumlah paten atau jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
"Indonesia yang memiliki potensi kekayaan budaya dan keanekaragaman sumberdaya seharusnya dapat menghasilkan jumlah paten atau HKI yang besar dalam setiap tahunnya. Sebagai gambaran, berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh Bappenas, Indonesia memiliki sekitar 1.375 kelompok etnik dengan keragaman budaya, pengetahuan/kearifan tradisi, dibandingkan dengan Tiongkok yang hanya memiliki sekitar 53 kelompok etnik. Menurut Indef, apabila keanekaragaman ini digabungkan dengan kebinekaan sumberdaya, seharusnya Indonesia mampu melahirkan berbagai HKI setara dengan Tiongkok," paparnya (ma).