Omnibuslaw dari Pemerintah masih banyak menemui kendala di sektor pertambangan (foto: abri) Jakarta ( IndonesiaMandiri ) - Kini pemerin...
Omnibuslaw dari Pemerintah masih banyak menemui kendala di sektor pertambangan (foto: abri) |
Dalam siaran persnya, Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan Indonesia menyatakan, Pemerintah harus sadar dan melakukan kembali kajian secara komperhensif terkait upaya mensejahterakan rakyat, karena menciptakan lapangan kerja adalah kepentingan antara pekerja dan pengusaha bukan hanya salah satunya.
Penyelarasan kebijakan memang diperlukan, namun semangat yang dibangun haruslah berdasarkan kepentingan negara dan masyarakat pada umumnya bukan justru seolah hanya menjawab kepentingan kelompok tertentu alias “pesanan”. Omnibuslaw cipta lapangan kerja (CLK) dinilai sarat akan kepentingan diluar mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat, sehingga pemerintah seharusnya dapat mendorong pembentukan aturan yang partisipatif, substantif, dan akomodatif sehingga RUU ini tidak menjadi “cilaka” bagi bangsa indonesia.
Aturan yang akan dibentuk menjadi cerminan sikap pemerintah, maka disana konsistensi haruslah melekat. Pada bagian sub-sektor minerba pemerintah coba bermain dengan isu sensitif, dengan mengubah 9 pasal, menghapus 15 pasal, dan menambah 6 pasal baru.
Pasal 76 UU minerba terkait Izin Usaha Pertambangan Khusus/IUPK, jadi salah satu pasal yang diwacanakan akan dihilangkan. Tentu wacana ini mencerminkan inkonsistensinya pemerintah dalam menciptakan keberdaulatan pengelolaan energi, dan ketidakpercayaan terhadap BUMN sebagai perpanjangan pemerintah dalam dunia usaha.
Seharusnya implementasi harus tetap dijalankan, mentransformasi PKP2B/KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus/IUPK. Pun bila secara teknis dan praktis ditemui kendala maka yang harus disepakati adalah proses transisi tersebut bukan justru menghilangkannya. “the devil is in the detail”, agaknya penyusunan RUU Omnibuslaw CLK belum memperhatikan persoalan yang mendasar sebagai kebutuhan agar dapat diterima masyarakat. Bukan hanya responsif, kebijakan haruslah juga futuristik dan solutif (ma).