Kelapa Dua, Depok ( IndonesiaMandiri ) – Bermula dari keinginan Polri, terutama Polda Metro Jaya (Jakarta) untuk memiliki satuan khusus poli...
Kelapa Dua, Depok (IndonesiaMandiri) – Bermula dari keinginan Polri, terutama Polda Metro Jaya (Jakarta) untuk memiliki satuan khusus polisi untuk tanggulangi pembajakan udara di era 70an, maka dibentuklah ATBARA (Anti Pembajakan Udara) pada 27 November 1974. . Dalam perkembangannya, ATBARA kemudian ditingkatkan kualitas kemampuannya seiring dengan tantangan dan ancaman, sehingg pada 1976 dirubah namanya menjadi Satuan Gegana dan masih dibawah Polda Metro Jaya. Lalu di 1984 menjadi Detasemen Gegana tetapi sudah di bawah kendali Brimob Mabes Polri. Dan saat Polri berpisah dengan TNI (2000), Gegana pun mengalami perkembangan yang cukup pesat serta kemudian pada Tahun 2000 menjadi Resimen 1 Gegana Korps Brimob Polri yang memiliki lima Detasemen yakni Res Intel, JiBom, WanTeror, Anti Aanarkis dan KBR (Kimia, Biologi & Radio Aktif).
Markasnya pun yang semula sekitar Petamburan, Slipi, kemudian sejak 1987 berpindah ke Kelapa Dua, Depok, bergabung dengan Markas Brimob. Ketika masih sekelas Detasemen, pimpinannya berpangkat Letnan Kolonel dan kini setelah menjadi Resimen, Gegana dipimpin berpangkat Kolonel atau Komisaris Besar. Kini, Kombes Drs. Imam Widodo yang menjabat sebagai Kasat Gegana.
Soal kemampuan pasukan Gegana, tentunya turut diasah terus sesuai dengan tantangan dan ancaman yang ada di muka bumi ini. Tak berlebihan bila Gegana disebut sebagai “Pasukan Pamungkas” nya Polri. Pasukan elit yang serba bisa ini, memang kaya dengan pengalaman dan ketrampilan (baca juga: wawancara dengan Kasat Gegana). “Selesai tugas, kita langsung menghilang. Kenapa kita ada tapi dianggap tidak ada. Faktor keamanan dan kerahasiaan yang menjadi pertimbangannya. Itu doktrin awal. Benderanya terserah. Kesatuan ini didesain memang begitu. Ini andalannya Polri,” tegas Imam.
Tak heran, pasukan Gegana menyebar di semua sektor-sektor strategis guna mengamankan aset negara dan bangsa. Karena pasukan elit, jumlahnya juga terbatas. Keterbatasan ini menjadi kunci efektif dalam strategi bertempur melawan musuh negara, karena kemampuan intelegensia seorang pasukan Gegana dinilai di atas rata-rata pasukan Polri umumnya (disamping kesehatan fisik yang prima). Terbatas juga bukan berarti anti pemekaran. Tetapi tetap disesuaikan dengan jumlah pasukan Polri yang ada secara keseluruhan di Tanah Air ini.
“Karena setiap seorang Gegana harus dapat mengambil tindakan yang bijak dan cepat. Jadi harus di atas rata-rata. Inteligensia di bawah dari lahir. Ini yang sulit. Saringan utama ada di situ. Setelah itu baru fisik. Semua harus di atas rata-rata,” sambung Imam. Setelah enam bulan digodok dalam proses kualifikasi yang ekstra ketat, baru ditentukan apakah seorang bisa dipilih. Lalu ada tradisi pemasangan pin atau tanda khusus Gegana. Memang ada anggota tapi belum berhak mendapatkan pin. Saringan untuk masuk menjadi Gegana bisa secara regular, lalu dari Akademi Kepolisian, atau sumber sarjana (sesuai dengan kebutuhan kita), misalnya ahli bahan kimia atau nuklir. Untuk yang terakhir itu, di Gegana juga sudah ada keahlian khusus tersebut.
Di setiap Brimob yang menyebar di seantero Indonesia, ada satu detasemen Gegana. “Kita tidak perlu nama besar karena kita sudah besar. Kita tidak perlu dikenal karena sudah dikenal. Kita masuk di semua lini. Yang penting republik ini aman,” ujar Imam lagi.
Dengan model seperti itu, pasukan Gegana memang layak dikatakan serba bisa. “ Kalau kita sudah turun, tidak ada yang tidak bisa. Harus bisa,” begitu kira-kira membaca kemampuan Gegana. Berbagai operasi penting sudah dilalui oleh Gegana di Ibu Pertiwi ini. Dan ada pula yang kembali ke rumah tinggal namanya saja karena gugur saat bertugas untuk negara dan bangsa.
Personel Gegana yang gugur diantaranya adalah: Di Aceh saat diberlakukan Daerah Operasi Militer Sertu Anumerta Eko Handru, Sertu Anumerta Heri Santoso, Sertu Anumerta Heriyadi, Bharatu Anumerta Joko Suryono, Sertu Anumerta Novel Pangaribuan, Bharatu Anumerta Joko Pitoyo, Brigadir Anumerta Boas Woisiri (saat penggebrekan pelaku teroris di Pegunungan Janto, Aceh); Di Solo, Briptu Anumerta Suherman; Di Papua, Briptu Anumerta Ferianto M. Kaluku
“meskipun Kami dihadapi kendala-kendala keterbatasan Kami tetap semangat!” tegas sang Kasat Gegana kembali menekankan. Karena, motto pasukan adalah: SETIA, TABAH, WASPADA (anries/abri).
Foto: abri