Masyarakat Minangkabau sejak dahulu sudah anti penjajah Jakarta ( Indonesia Mandiri ) – Tumbuhnya kaum terdidik Minangkabau bermula sejak us...
Masyarakat Minangkabau sejak dahulu sudah anti penjajah |
Hal itu diungkapkan Khairul Jasmi, Pemred Harian Singgalang, dalam Webinar Literasi dan Budaya Minangkabau di Jakarta, Kamis (6/10). Webinar tentang Minangkabau itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA.
Khairul Jasmi menjelaskan, di kota tumbuh sekolah-sekolah Belanda, terutama di Padang, Bukittinggi, Padang Panjang. “Pelajar-pelajar sekolah Belanda mengubah cara pandang Minangkabau akan pendidikan,” ujarnya.
Ditambahkan, pada akhir abad ke-18, ulama-ulama muda Minang silih berganti datang ke Mekkah dan bermukim di sana. Ulama itu belajar pada Akhmad Khatib, orang Minang yang sudah bermukim di sana sampai wafat pada 1916.
“Semua muridnya di Nusantara mendirikan madrasah atau sudah punya sebelumnya. Hampir semua ulama besar Minang adalah murid Akhmad Khatib,” kisah Khairul. Pada awal abad ke-20, muncul dialektika antara para ulama dan murid-muridnya tentang Islam tradisional (tua) dengan kalangan modernis (muda). “Ini karena pengaruh kuat Akhmad Khatib,” tambahnya.
Kutub modernis dipegang Karim Amrullah ayah Hamka, Abdullah Ahmad, Jamil Jambek, dengan ulama-ulama beken lainnya. Seperti: Ibrahim Muda dan Abbas Padang Japang. Kutub Kaum Tua dipegang Sulaiman Arrasuli, Jamil Jaho, Saad Mungka, dan lain-lain.
Masyarakat Minangkabau sejak dahulu sudah anti penjajah |
Pada 1910, muncul pabrik semen dan itu mengubah atau minimal memicu kemajuan. Muncul bangunan-bangunan hebat yang pakai semen, hadir banyak jembatan, sekolah, pasar yang baik. “Kota Padang dalam 10 tahun saja berubah wajah. Apalagi Sawahlunto telah tumbuh dengan bangunan-bangunan mencengangkan. Pelabuhan membuka pintu untuk belajar ke Belanda,” ungkapnya (dh).