Jakarta (IndonesiaMandiri) – Menjadi komandan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) di TNI AL merupakan kebanggaan tersendiri. Karena ini adalah praju
Kolonel Ludfy (kiri) dengan Rear Admiral Axel Schulz, MTF Commander UNIFIL, dari Angkatan Laut Jerman |
Ludfy sudah empat kali memegang kendali di KRI. Dan, pria kelahiran Semarang November 1978 ini, baru saja kembali dari menjalankan misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai Komandan KRI Sultan Hasanuddin-366 serta Komandan Satgas MTF/Maritime Task Force TNI pada UNIFIL atau United Nations Interim Force in Lebanon mulai Desember 2019 hingga Maret 2021.
Berikut ini petikan wawancara IndonesiaMandiri Bersama Kolonel Laut (p) Ludvy:
IndonesiaMandiri (IM). Bisa tolong dijelaskan, bagaimana proses anda bisa dipercaya untuk komandan kapal perang? Tahapan pendidikan apa saja yang harus dilalui?
Ludfy (L). Alhamdulillah saya mendapat amanah jabatan Komandan KRI sudah empat kali. Sebelum menjabat tentu saja seorang perwira TNI AL harus memiliki riwayat berbagai penugasan di kapal yg cukup, baik operasi maupun latihan. Kemudian setelah melalui proses pengusulan jabatan akan dilaksanakan uji kompetensi.
Menerima penghargaan dari Angkatan Bersenjata Lebanon |
IM. Sebagai komandan kapal perang, apa motto yg anda gunakan untuk memperkuat soliditas semua awak kapal?
L. Setiap KRI memiliki motto masing-masing yang seirama dengan karakter kapal dan pengawaknya. Oleh karena itu, sebagai Komandan harus menyatu dengan ruh kapal dan prajurit yang dipimpin. Tentu motto bisa berbeda saat memimpin kapal perang yang berbeda. Namun, secara umum saya selalu menekankan kebersamaan, solidaritas, dilandasi profesionalisme sesuai bidang tugas diemban prajurit. Team building dan keterbukaan juga penting untuk membangun lingkungan kerja yg positif dan produktif.
IM. Adakah pengalaman genting yang anda lalui, menjurus ke situasi darurat, baik dalam misi damai maupun tempur saat sebagai Komandan KRI?
Ada, saya pernah mengalami kapal blackout (baca: matinya sistem kelistrikan kapal), sehingga mesin, semua peralatan navigasi, bahkan lampu mati. Saat itu kapal sedang berlayar melalui TSS (traffic separation scheme) Selat Malaka yang sangat ramai dan kondisi malam hari. Bayangkan bila KRI ditubruk oleh kapal super tanker yang lewat pasti akan menjadi tragedi. Satu lagi, saat saya membawa kapal di Lebanon dalam misi pemeliharaan perdamaian, Agustus 2020 terjadi ledakan yang sangat dahsyat di pelabuhan Beirut sehingga pelabuhan sampai rata dengan tanah dan bangunan radius 5 km hancur. Alhamdulillah saat itu KRI sedang patroli, padahal lokasi terjadi ledakan hanya berjarak 200 m dari tempat KRI biasanya bersandar.
IM. Selama mengarungi perairan Indonesia, wilayah mana yang anda anggap "seram"?
L. Bila cuaca sedang tidak bersahabat umumnya berada di Samudera Hindia. Yang lain baik- baik saja karena perairan Indonesia adalah pekarangan rumah tempat kita bermain.
IM. Pernahkah anda mengikuti misi perdamaian PBB?
L. Pernah, yaitu sebagai Komandan Satgas Maritime Task Force TNI pada UNIFIL di Lebanon mulai Desember 2019 hingga Maret 2021, kurang lebih 14 bulan. Saat itu saya membawa KRI Sultan Hasanuddin-366 dan 119 org prajurit. Tugas Satgas MTF adalah mencegah masuknya senjata dan bahan-bahan berbahaya yg masuk ke Lebanon secara ilegal lewat laut, melatih AL Lebanon dan melakukan Surveillance Udara di wilayah perairan Lebanon.
Bersama crew KRI Abdul Halim Perdanakusumah-355 |
L. Saya ingin berpesan kepada adik-adik bahwa TNI AL bersama dengan matra lain merupakan medan pengabdian yang mulia, tangguh dan fleksible menghadapi segala tantangan modern. Seperti contohnya saat Pandemi sekarang ini. Khusus untuk TNI AL, kita berperan banyak di garda depan selain melalui kehadiran kekuatan militer di laut, juga melalui misi diplomasi. Dimanapun berada KRI selalu mengemban peran diplomasi, tidak hanya diplomasi militer melainkan juga diplomasi budaya dan kuliner. Oleh karena itu berbanggalah terhadap TNI karena TNI akan kuat bersama dengan rakyat (ma).