Jakarta ( IndonesiaMandiri ) - Papua menjadi bagian dari Indonesia sejak Penentuan Pendapat Rakyat (Papera) 1969, tetapi mengapa masih ...
Jakarta (IndonesiaMandiri) - Papua menjadi bagian dari Indonesia sejak Penentuan Pendapat Rakyat (Papera) 1969, tetapi mengapa masih diperdebatkan, dan terus dikontraksi ditengah-tengah masyarakat Papua oleh sebagian elite politik lokal, di tengah-tengah masyarakat Papua itu sendiri.
Menelisik konflik di Papua, bukanlah hal yang mudah, bak mencari jarum dalam jerami. Hal ini dikarenakan banyaknya konflik horizontal yang dilatarbelakangi oleh kepentingan elite politik lokal di Papua itu sendiri, dalam mencari keuntungan material bagi kelompok mereka, dan bagi keluarga dalam suku mereka sendiri, saat pelaksanaan Pilkada misalnya, dalam rangka mendapatkan distribusi logistik dana otonomi.
Dengan demikian terlihat jelas, siapa yang berkepentingan untuk membuat seolah masih adanya "Penjajahan Kemanusiaan" di Papua, karena selama ini yang menarasikan justru kelompok kepentingan tersebutlah, untuk mencuri perhatian International menjelang pertemuan tahunan Sidang Majelis Umum PBB akhir September 2019. Yang berhasil mengemas isu sara sebagai dasar aksi demonstrasi, yang berujung ricuh di Wamena pada 23 September 2019, hingga meluas ke wilayah Papua lainnya seperti Manokwari, Sorong dan Jayapura.
Framing tersebut diharapkan oleh elite politik lokal tersebut sebagai dasar, agar isu Papua dibahas di pertemuan PBB. Tetapi ternyata masyarakat internasional lebih jeli melihatnya , bahwa kejadian tersebut hanya sebagai upaya provokatif, yang pada akhirnya fora internasional jutru mendukung langkah-langkah keseriusan pemerintah Indonesia untuk membangun tanah Papua.
Lebih jauh daripada itu, bahkan dampaknya justru munculnya apriasiasi masyarakat internasional untuk mendukung Indonesia menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 2020-2024. (EW)