Tradisi Pukul Sapu Lidi cermin melawan penjajah saat dahulu Ambon ( IndonesiaMandiri ) - Sejumlah Pejabat Teras Kodam XVI/Pattimura tu...
Tradisi Pukul Sapu Lidi cermin melawan penjajah saat dahulu |
Berdasarkan sejarah, Pukul Sapu adalah salah satu tradisi atau budaya di Negeri Mamala dan Negeri Morella yang hanya diselenggarakan setahun sekali setiap 7 Syawal dalam penanggalan Islam atau 7 hari setelah lebaran Hari Raya Idul Fitri.
Tradisi ini bermula ketika peperangan antara VOC melawan Kapitan Tulukabessy mempertahankan Benteng Kapahaha. Dalam peperangan yang dimenangkan VOC, Sang Kapitan berhasil meloloskan diri dari penangkapan.
Demi membebaskan pasukannya, Sang Kapitan rela menyerahkan diri dan oleh VOC dijatuhi hukuman gantung kepada Kapitan Tulukabessy. Untuk memperingati itu, pasukan Kapitan Tulukabessy yang tersisa mengambil Lidi Enau dan saling mencambuk hingga tubuhnya hingga mengeluarkan darah. Inilah asal muasal tradisi Baku Pukul Sapu diselenggarakan sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan dan kecintaan terhadap tanah air.
Pada puncak acara yang ditunggu-tunggu, panitia Pukul Sapu Negeri Mamala persilahkan istri Gubernur Maluku, Pangdam XVI/Pattimura yang diwakili oleh Asrendam. Kol. Inf. Saripudin dan perwakilan dari Polda Maluku, sedangkan dalam waktu yang sama di Negeri Morella Panitia Pukul Sapu juga mempersilahkan Gubernur Maluku diwakili Staf Ahli Gubernur, Danrem 151/Binaiya, Kolonel Inf Hartono yang juga mewakili Pangdam, Aspotmar Danlantamal IX/Ambon mewakili Danlantamal IX Ambon, Wakil Bupati Maluku Tengah dan Kapolres Pulau Ambon dan PPL yang juga mewakili Polda Maluku untuk terlebih dahulu memukul peserta tari pukul Sapu dengan Sapu Lidi pertanda kegiatan Tari Pukul Sapu dibuka (ma).