Jakarta (IndonesiaMandiri) - Mahawan Karuniasa, dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia yang juga Ketua Umum Ahli Perubahan Iklim dan ...
Jakarta (IndonesiaMandiri) - Mahawan Karuniasa, dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia yang juga Ketua Umum Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) soroti secara serius tentang fenomena perubajan iklim global dan peran Indonesia didalamnya. Ini dibahas saat diskusi “Transformasi Indonesia Menuju Perekonomian Rendah Karbon yang Inklusif untuk Mencapai Target Paris Agreement”, diselenggarakan Institute for Essential Services Reform/IESR, di Jakarta (30/10).
Peran Indonesia disini sangat penting dalam menghadapi target dibawah 1.50C
seperti disuarakan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk menyusun Second NDC Indonesia, agar mampu mendukung upaya global, namun juga mempertimbangkan dinamika emisi sektor energi dan kehutanan pada dekade 2020-2030, termasuk penguatan aspek adaptasi.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR juga menyampaikan sektor energi perlu melakukan perubahan radikal untuk mencapai target 1.50C, bahkan pembangkit listrik tenaga batubara maksimal hanya 13 giga Watt saja agar emisi dapat terkendali. Bahasan ini juga menjadi kepedulian bersama dari ribuan pakar dunia yang terlibat untuk menekan target suhu rata-rata permukaan bumi dibawah 20C ternyata tidak mencukupi. Namun perlu dibawa 1.50C, agar dampak perubahan iklim tidak mengakibatkan irreversible change pada lingkungan serta dapat dihadapi manusia.
Diperkirakan pada 2030 emisi sektor energi mencapai 1,6 giga ton CO2e sedangkan target reduksi 41% First NDC sektor energi yaitu maksimal 1,2 giga ton CO2e. Disisi lain sektor kehutanan mengemisi 0,7 giga ton CO2e atau kurang dari separuh emisi dari energi, namun memiliki target harus menekan sampai 0,06 giga ton CO2e (dk).
Foto: abri
Peran Indonesia disini sangat penting dalam menghadapi target dibawah 1.50C
seperti disuarakan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk menyusun Second NDC Indonesia, agar mampu mendukung upaya global, namun juga mempertimbangkan dinamika emisi sektor energi dan kehutanan pada dekade 2020-2030, termasuk penguatan aspek adaptasi.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR juga menyampaikan sektor energi perlu melakukan perubahan radikal untuk mencapai target 1.50C, bahkan pembangkit listrik tenaga batubara maksimal hanya 13 giga Watt saja agar emisi dapat terkendali. Bahasan ini juga menjadi kepedulian bersama dari ribuan pakar dunia yang terlibat untuk menekan target suhu rata-rata permukaan bumi dibawah 20C ternyata tidak mencukupi. Namun perlu dibawa 1.50C, agar dampak perubahan iklim tidak mengakibatkan irreversible change pada lingkungan serta dapat dihadapi manusia.
Diperkirakan pada 2030 emisi sektor energi mencapai 1,6 giga ton CO2e sedangkan target reduksi 41% First NDC sektor energi yaitu maksimal 1,2 giga ton CO2e. Disisi lain sektor kehutanan mengemisi 0,7 giga ton CO2e atau kurang dari separuh emisi dari energi, namun memiliki target harus menekan sampai 0,06 giga ton CO2e (dk).
Foto: abri